Tuesday, June 19, 2007

Kajian Penanganan Pencemaran Sungai Cilamaya terhadap Budidaya Tambak


PENDAHULUAN
Sungai Cilamaya merupakan sungai yang mengalir di wilayah Kabupaten Subang berhulu di perbukitan Selatan Karawang dan bermuara di perairan laut Jawa di Utara. Sungai ini megaliri 2 kabupaten lain, yaitu Kabupaten Karawang dan Purwakarta dan banyak digunakan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti MCK, persawahan dan tambak.

Tambak-tambak masyarakat di sekitar muara Sungai Cilamaya menggunakan air sungai tersebut sebagai sumber air tawar. Pencemaran sungai sudah berlangsung cukup lama, yaitu mulai tahun 1980- an. Karena sumber airnya yang telah tercemar maka ikan dan udang yang dipelihara di dalam tambak terhambat pertumbuhanya, mengalami stres, dan kemudian mati.

Kondisi tersebut, sebagaimana berita Harian Kompas terlampir, perlu segera diselesaikan secara komprehensif dan terarah dengan memperhatikan berbagai aspek yang terkait. Penanganan yang dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai pihak sangat diperlukan mengingat penyebab yang timbul berasal dari hulu sampai hilir sungai. Kondisi perairan sungai, khususnya yang terjadi di Sungai Cilamaya yang berhilir di perairan Laut Jawa, telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi budidaya ikan dan udang di tambak yang ada sepanjang pantai Subang. Oleh karena itu, arahan penyeleasaian pada tulisan ini akan difokuskan pada penanganan budidaya ikan dan udang di tambak akibat pencemaran dan penurunan kualitas perairannya.

PEMBAHASAN
Untuk membahas penanganan yang terjadi pada kasus pencemaran Sungai Cilamaya yang berdampak terhadap kondisi tambak dan perairan pantai dan laut di Subang, maka perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor penyebab pencemaran, identifikasi potensi dan dampak pencemaran, dan arahan strategi penyelesaian kasus pencemaran.

Faktor-Faktor Penyebab Pencemaran
Segala aktifitas yang menimbulkan suatu perubahan baik itu aktifitas alamiah maupun yang dilakukan oleh manusia serta bersifat kimia, fisika, biologi merupakan penyebab utama terjadinya pencemaran yang menimbulkan penurunan kualitas perairan. Limbah adalah hasil kegiatan yang semula tidak berguna yang berasal dari alami ataupun kegiatan manusia yang dilakukan mulai dari hulu sampai hilir sungai.
Beberapa faktor penyebab yang diduga mencemari perairan Sungai Cilamaya berdasarkan informasi-informasi berita, artikel dan laporan dari berbagai media, instansi dan lembaga yang menangani permasalahan lingkungan diantaranya adalah limbah domestik, limbah pertanian, limbah internal tambak, dan limbah industri.

Limbah domestik, yaitu limbah cair yang berasal dari masyarakat urban, termasuk didalamnya limbah perkotaan (muncipal) dan aktifitas industri yang sistem pembuangannya masuk ke sistem saluran pembuangan kota. Limbah-limbah tersebut misalnya padatan baik organik maupun anorganik yang mengendap didasar perairan, padatan tersuspensi, mengandung bahan-bahan terapung, deterjen.

Limbah pertanian berasal dari kegiatan pertanian yang menimbulkan limbah seperti pengolahan tanah, pemupukan, dan pemberantasan hama penyakit tanaman. Antara lain adalah pupuk, pestisida.

Limbah internal, yaitu penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia lainya pada saat mengelola lahan tambak. Pestisida tersebut dimanfaatkan untuk membunuh hama misalnya kerang-kerangan. Penggunaan pestisida biasanya dilakukan sebelum menggarap lahan. Nelayan tambak umumnya membersihkan sisa pestisida dengan cara mengalirkan air dari saluran irigasi di pertambakan air buangan yang telah bercampur bahan-bahan kimia itu kemudian dibuang lewat saluran yang sama Padahal, air tersebut dipastikan akan dipakai untuk kebutuhan yang sama oleh nelayan tambak yang memiliki lahan di bawahnya. Akibatnya, semakin ke hilir, air irigasi makin tercemar.
Limbah industri merupakan buangan yang berasal dari proses suatu industri yang merupakan suatu pencemar yang ada di perairan, melalui perairan sungai yang bermuara di perairan pesisir atau laut. Jenis limbah industri ini terdiri dari 5 macam, yaitu bahan-bahan organik terlarut, bahan-bahan anorganik terlarut, bahan-bahan organik tidak larut, bahan-bahan anorganik tidak larut, dan bahan-bahan radioaktif.

Terjadinya pencemaran limbah buangan pabrik di Cilamaya diduga berasal dari tiga pabrik yang ada di sepanjang aliran sungai itu, satu pabrik di Subang dan dua lainnya berada di Kabupaten Purwakarta. Limbah pabrik yang terbuang diduga mengandung beberapa paramaeter kimia yang telah melewati ambang batas meliputi Oksigen terlarut (DO), Amoniak, Nitrit, BOD, dan COD (jabar.go.id). Industri yang mencemari adalah pabrik kertas dan pabrik lainya seperti pabrik pembuatan mie yang membuang limbahnya ke Sungai Cilamaya. Selain itu, sungai Cilamaya juga diduga mengandung zat kimia amoniak yang sudah melebihi ambang batas, yang berkadar mencapai 59,06 mg/l sedangkan standar zat amoniak di air adalah 0,01 mg/l(KAI, 2002).

Potensi dan Dampak Pencemaran
Secara kasat mata, muara Sungai Cilamaya yang berada di Desa Rawameneng, Kec. Blanakan, terlihat bahwa warna air berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau yang menyengat. Kondisi pantauan visual ini mengindikasikan bahwa sungai cilamaya telah tercemar (DKP, 2006).

Muara sungai yang disekeliling daratan pantai membentang hamparan tambak terkena dampak pencemaran perairan sungai. Luas areal tambak yang tekena dampak pencemaran Sungai Cilamaya adalah ± 400 ha yang meliputi 5 desa, yaitu : Rawameneng, Jayamukti, Blanakan, Langensari dan Muara.
Kondisi perairan sungai yang tercemar selain berwarna hitam juga mengeluarkan bau busuk yang menyengat. Kondisi perairaran sungai yang tidak normal tersebut mengakibatkan pertumbuhan ikan dan udang di dalam tambak tidak normal atau susah menjadi besar. Dampak lebih jauh, masa panen ikan budidaya semakin lama, sehingga nelayan harus mengeluarkan biaya produksi tambahan.

Permasalahan lain mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan perairan yang umumnya memiliki perputaran arus rendah di pantai pesisir Subang yang berada di pantai Utara Jawa ini dapat menimbulkan pencemaran akibat limbah internal. Akibat yang ditimbulkan adalah masuknya senyawa organik dari pakan ke air, bisa mematikan mikrorganisme perairan karena bahan organik itu tidak terbawa arus. Kemampuan self purifying lingkungan sudah tidak bisa dipertahankan lagi karena beban polutan dari pemberian pakan terlalu tinggi. Proses perusakan di sekitar lokasi tambak juga terus terjadi.

Arahan Penyelesaian Kasus Pencemaran
Permasalahan yang timbul akibat pencemaran perairan sungai Cilamaya merupakan salah satu penyebab yang mengakibatkan penurunan produktivitas perikanan tambak di Subang. Kondisi perairan sungai yang menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas perairan dan timbulnya hama dan penyakit pada budidaya tambak perlu segera diambil tindakan-tindakan penyelesaian. Beberapa arahan penyelesaian yang dianggap perlu menurut penulis adalah sebagai berikut :

a. Koordinasi;
perlu segera dilakukan koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah daerah untuk penanganan kasus pencemaran yang terjadi di Sungai Cilamaya. Koordinasi dilakukan pada lintas level dan lintas sektor dengan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Koordiasi litas level dilakukan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten, agar pelaksanaan penataan dan rencana pembangunan ke depan dapat terintegrasi dan terpadu. Koordinasi lintas level dilaksanakan dengan melibatkan berbagai instansi, lembaga, dan pihak-pihak lain yang memiliki fokus sektor berbeda namun memiliki keterkaitan dalam penyelenggaraan pembangunan wilayah. Koordinasi lintas level dapat dilakukan dengan melibatkan sektor pertanian, perikanan dan kelautan, penataan ruang, perencanaan daerah, pemukiman dan prasarana wilayah, kehutanan, industri, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat, dan lain-lain. Hasil dari koordinasi ini adalah dengan terbentuknya tim koordinasi yang bertanggungjawab secara bersama untuk menangani kasus. Dimana secara periodik melakukan pertemuan untuk melaporkan dan mengetahui perkembangan penanganan kasus.

b. Penelitian;
perlu segera dilakukan penelitian secara mendalam untuk mengetahui penyebab pencemaran dan memberikan gambaran kondisi nyata saat ini agar diketahui perbedaannya dengan kondisi sebelum adanya penggundulan hutan, adanya pemukiman, berkembangnya lahan pertanian, pembangunan industri, dan konversi lahan tambak. Penelitian dilakukan untuk menganalisis berbagai parameter seperti fisika, kimia, dan biologi perairan sebagai bahan anaslis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Selain itu, penelitian juga dilakukan terhadap berbagai komponen indikator penyebab pencemaran seperti penelitian terhadap kondisi sosial pemukiman masyarakat, pengikisan lahan hutan akibat penebangan, bahan dan dampak pembuangan limbah industri, dampak penggunaan pestisida terhadap kondisi perairan, penataan ruang dan wilayah dari hulu sampai hilir perairan sungai, dan lain-lain.

c. Penataan Ruang;
selain hanya melakukan penelitian penataan ruang dan wilayah dari hulu sampai hilir, tahap implementasi tata ruang dan wilayah harus dapat dilaksanakan oleh berbagai sektor yang akan mengembangkan wilayah di sekitarnya baik industri, pemukiman, pertanian, tambak dan lain-lain.

d. Sumberdaya Manusia;
pelaksanaan pembangunan merupakan hasil dari pengambilan perencanaan yang dilakukan oleh manusia khususnya yang bekerja di pemerintahan sebagai perencana dan pengambil kebijakan publik. Banyak sekali berbagai masalah timbul akibat suatu pembangunan yang diambil tanpa mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait dan ancaman yang mungkin timbul sebagai dampak pembangunan tersebut. Oleh karena itu, sumberdaya manusia sebagai perencana dan pengambil kebijakan, khususnya dalam masalah lingkungan, perlu diberikan berbagai pengetahuan dan pengalaman lapangan seperti pendidikan, pelatihan, dan lain-lain.

e. Pengelolaan Air Buangan Tambak (Effluent);
faktor yang diduga sebagai dampak pencemaran perairan yang mengalir di tambak khususnya di pesisir Subang adalah proses pencemaran limbah internal. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan air buangan tambak yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai produksi bersih dalam usaha budidaya. Air buangan tambak (effluent) tergolong limbah yang mengandung bahan bernilai nutrisi tinggi (protein, lemak, dan karbohidrat) yang mudah terdegradasi menghasilkan nutrien. Air buangan tambak (Effluent) adalag air yang keluar/dikeluarkan melalui pintu air tambak secara periodik saat penggantian air maupun pengurasan tambak saat panen. Pada umumnya air buangan tambak merupakan air yang kualitasnya sudah menurun dari sifat alamiahnya atau sudah tidak terpakai lagi uttuk budidaya.

f. Kebijakan;
sebagai penentu kebijakan, aturan dan mekanisme penyelesaian masalah pada penanganan kasus ini tidak dapat berjalan tanpa didukung dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik berupa peraturan pemerintah, surat keputusan (presiden, menteri, gubernur, atau bupati). Selain itu, bagi pelaksanaan penanganan secara bersama juga diperlukan adanya nota kesepahaman (MoU) lintas sektoral apabila diperlukan.

g. Monitoring dan Evaluasi;
salah satu proses penting yang menjadi faktor kunsi penentu keberhasilan penanganan adalah dengan melakukan monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan untuk memantau perkembangan yang dilakukan pada point-point di atas. Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan yang dilakukan, apakah pelaksanaannya sesuai dengan capaian yang diharapkan pada penanganan kasus ini di awal. Hasil akhir dari monitoring dan evaluasi ini adalah matrik capaian yang diharapkan, catatan perbaikan dan tugas arahan bagi berbagai pihak yang terlibat.

1 comment:

Anonymous said...

saya sependapat dgn anda, dulu saya kalau masuk ke tambak jam 4 sore...lumpur nya masih terasa hangat...sekarang sudah tidak hangat lagi tapi dingin...saya sdh 2 kali melakukan test menanam udang, yg pertama murni tradisinal...yg kedua dgn pakan probiotik...hasil panen nya yg probiotik tp udang nya kosong...

sophan s
batarakresna@yahoo.com