Tuesday, December 30, 2008

Kawasan Konservasi Perairan berdasarkan PP 60 TAHUN 2007



Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Sesuai dengan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2007 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 13.

Tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan terdiri atas laut;padang lamun; terumbu karang; mangrove; estuari; pantai; rawa; sungai; danau; waduk; embung; dan ekosistem perairan buatan. Satu atau beberapa tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan tersebut, dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan.

Kawasan konservasi perairan sebagaimana PP dimaksud terdiri atas taman nasional perairan, taman wisata perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan. Kawasan konservasi perairan tersebut ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Penetapan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan kriteria:
a. ekologi, meliputi keanekaragaman hayati, kealamiahan, keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produktivitas, daerah ruaya, habitat ikan langka, daerah pemijahan ikan, dan daerah pengasuhan;
b. sosial dan budaya, meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal serta adat istiadat; dan
c. ekonomi, meliputi nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata, estetika, dan kemudahan mencapai kawasan.

Suatu kawasan yang dapat ditetapkan sebagai Kawasan konservasi perairan adalah yang memiliki potensi biofisik dan sosial budaya yang sangat penting secara global dapat diusulkan oleh Pemerintah kepada lembaga internasional yang berwenang sebagai kawasan warisan alam dunia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kawasan konservasi perairan dapat diajukan oleh orang perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Usulan tersebut disampaikan kepada Pemerintah atau pemerintah daerah dengan dilengkapi kajian awal dan peta lokasi.

Pengelolaan :
Kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan dikelola oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Pengelolaannya dilakukan oleh satuan unit organisasi pengelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengelolaan kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi:
a. perairan laut di luar 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
b. perairan yang berada dalam wilayah kewenangan pengelolaan lintas provinsi; atau
c. perairan yang memiliki karakteristik tertentu.

Pengelolaan kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi meliputi:
a. perairan laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan; dan
b. kawasan konservasi perairan yang berada dalam wilayah kewenangan pengelolaan lintas kabupaten/kota.

Pengelolaan kawasan konservasi perairan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, meliputi:
a. perairan laut 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan pengelolaan provinsi; dan
b. perairan payau dan/atau perairan tawar yang berada dalam wilayah kewenangannya.

Pemanfaatan
Pemanfaatan kawasan konservasi perairan untuk penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan dilakukan di zona perikanan berkelanjutan. Setiap orang dalam melakukan penangkapan ikan wajib memiliki izin. Izin penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan, diberikan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya.
Pertimbangan dalam memberikan izin penangkapan ikan antara lain :
a. daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan;
b. metoda penangkapan ikan; dan
c. jenis alat penangkapan ikan.

Pertimbangan dalam memberikan izin pembudidayaan ikan pada kawasan konservasi perairan, antara lain:
a. jenis ikan yang dibudidayakan;
b. jenis pakan;
c. teknologi;
d. jumlah unit usaha budidaya; dan
e. daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.

Pemanfaatan kawasan konservasi perairan untuk pariwisata alam perairan dapat dilakukan di zona pemanfaatan dan/atau zona perikanan berkelanjutan. Pariwisata alam perairan dalam kawasan konservasi perairan dapat dilakukan melalui:
a. kegiatan pariwisata alam perairan; dan/atau
b. pengusahaan pariwisata alam perairan.

Setiap orang dalam melakukan kegiatan dan pengusahaan pariwisata alam perairan, wajib memiliki izin.Izin tersebut diberikan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.

Pemanfaatan kawasan konservasi perairan untuk kegiatan penelitian dan pendidikan dapat dilakukan di zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, maupun zona lainnya. Setiap orang dalam memanfaatkan kawasan konservasi perairan untuk kegiatan penelitian dan pendidikan wajib memiliki izin pemanfaatan. Izin diberikan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. Orang asing dan/atau badan hukum asing yang akan melakukan kegiatan penelitian dalam kawasan konservasi perairan dapat diberikan izin setelah memenuhi persyaratan perizinan penelitian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Friday, November 28, 2008

Tuesday, October 28, 2008

WWF Usulkan Insentif Bagi Negara "Coral Triangle



Organisasi konservasi lingkungan, World Wildlife Fund (WWF), mengusulkan pemberian insentif kepada negara-negara di wilayah Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) terkait pelestarian tuna dunia.

Opsi insentif dari dunia itu dimaksudkan untuk membantu menjaga tempat pemijahan tuna di daerah coral triangle seperti Indonesia. Upaya tersebut adalah untuk menjaga pelestarian tuna di kawasan segitiga terumbu karang, kata Coral Triangle Network Initiative Leader WWF, Lida Pet Soede, di Jakarta, Selasa.

Dalam menjaga pelestarian tuna di dunia, dibutuhkan kepedulian semua pihak. Ide pemberian insentif bagi negara di sekitar coral triangle juga merupakan usulan Indonesia mengenai perdagangan karbon pada COP 13 di Bali akhir Desember 2007.

Mengenai besaran insentif kepada negara di kawasan "coral triangle" harus dibicarakan bersama.

Menurut dia, pelestarian tuna tidak cukup hanya dengan pembatasan kuota tangkapan saja. WWF meminta pemerintah menggeser arah kebijakan dengan melakukan penangkapan yang lebih berkelanjutan.

Upaya lain yang dilakukan untuk mengendalikan keberadaan tuna adalah mengikuti langkah sektor kehutanan dengan mewajibkan produk kehutanan memiliki eco label, ujar dia. Ini akan menjadi syarat agar produk perikanan dapat masuk ke pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Sebelumnya, Jose Ingles dari program "Coral Triangle" WWF juga mengatakan akan adanya persyaratan eco label pada setiap produk perikanan. Eco label hanya diberikan pada produk perikanan yang telah dihasilkan dari cara-cara yang benar.

Dia mengatakan konsumen di Eropa dan Amerika Serikat akan lebih diedukasi agar membeli produk yang telah memiliki eco label.

Menurut Purwito Martosubroto dari Komisi Tuna Indonesia, selama ini ekspor perikanan Indonesia selalu mendapat tantangan dari Eropa dan Amerika Serikat terkait dengan tingkat higienis produk.ANTARA News 21/10/08.

Thursday, October 16, 2008

Mengenal Pengembangan Mata Pecaharian Alternatif (MPA) pada Coremap II




Kegiatan mata pencaharian alternatif ini merupakan suatu kegiatan usaha baru atau usaha lama yang dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi dan sumberdaya yang ada di lingkungan sekitarnya. Umumnya usaha yang dilakukan adalah kegiatan sampingan dan mampu meningkatkan pendapatan seperti usaha budidaya, usaha pengolahan atau usaha ekonomi lainnya yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Selain mengisi pendapatan nelayan yang terkena dampak langsung kegiatan pengembangan pengelolaan sumberdaya laut secara berkelanjutan, Program mata pencaharian alternatif yang dilakukan Coremap II ini diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan cara-cara penangkapan ikan atau pemanfaatan sumberdaya laut lainnya yang berakibat pada rusaknya terumbu karang.

Tahapan Pengembangan MPA

Untuk menjawab pertanyaan sebelum mengembangkan MPA, maka langkah-langkah yang harus dilakukan oleh fasilitator atau penyuluh adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kegiatan ekonomi seluruh masyarakat (menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, ketrampilan, pendapatan, besarnya keluarga, preferensi, pilihan) untuk menilai kebutuhan mereka. Informasi ini dapat diperoleh secara langsung dan juga dapat didukung berdasarkan data yang diambil dari hasil RRA/PRA atau studi baseline ekologi dan sosial ekonomi dari LIPI.

2. Mengidentifikasi berbagai program pemulihan pendapatan (perseorangan dan per kelompok) yang dapat dikembangkan melalui konsultasi dengan pengusaha dan analisis kelayakan pasar dan keuangan. Konsultasi dilakukan untuk mengetahui prospek pengembangan mulai dari persiapan lahan, bibit, pengadaan bahan dan teknologi, pengolahan, dan jalur pemasaran.

3. Menguji kemampuan dan pengetahuan masyarakat dalam mengembangkan usaha melalui diskusi dan dengar pendapat

4. Merumuskan jenis usaha yang akan dikembangkan dan berkonsultasi dengan dinas atau PMU melalui pembuatan proposal agar didukung pendanaannya

5. Membantu dan memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan usaha alternatif

6. Membantu memacu masyarakat dalam pemasaran produk.

7. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan mata pencaharian alternatif.

8. Melaporkan kemajuan pengembangan usaha alternatif yang dilakukan masyarakat kepada dinas atau PMU/PIU.

Tahapan pelaksanaan pengembangan MPA

Tahapan pelaksanaan pengembangan yang harus dilakukan oleh fasilitator atau penyuluh sebelum kegiatan MPA dilakukan yaitu :

  1. Menentukan kelompok masyarakat sasaran yang akan mendapatkan manfaat
  2. Membahas secara bersama dengan kelompok masyarakat sasaran mengenai jenis-jenis kegiatan yang mereka minati.
  3. Mencari informasi tentang usaha-usaha yang diusulkan dari wilayah lain
  4. Mengkaji secara terperinci dalam setiap kegiatan MPA yang disarankan, serta menulis ringkasan usaha tersebut (proposal kegiatan). Ringkasan jenis kegiatan ini meliputi: teknik yang akan dipakai, modal yang diperlukan untuk memulai usaha tersebut, periode siklus usaha serta hasil yang diharapkan, risiko yang akan dihadapi dan cara mengatasi/antisipasi, produk yang akan dibuat, dan cara dan jalur pemasaran, kepada siapa dan dimana.
  5. Jika diperlukan meminta kepada dinas atau PMU/PIU agar menyediakan dukungan tenaga ahli atau teknisi praktis untuk membantu penyusunan ringkasan/proposal kegiatan tersebut.
  6. Jika berdasarkan hasil pengkajian, usaha diatas merupakan usaha yang potensial, maka usaha tersebut akan ditawarkan melaui prosedur Dana Bantuan MPA kabupaten atau seed fund desa untuk menyediakan modal awal.
  7. Jika melalui Dana Bantuan MPA kabupaten atau seed fund desa menyetujui untuk mendukung kegiatan tersebut fasilitator desa dan motivator desa perlu melihat alasan penolakan pemberian modal kepada usaha tersebut
  8. Untuk semua kegiatan yang dapat didukung oleh COREMAP II, perlu diajukan pelatihan teknis dan manajemen yang berkaitan dengan jenis usaha yang akan dikembangkan kepada dinas atau PMU/PIU.

Agar berhasil, perlu dilakukan beberapa tips tahapan pengembangan MPA yang harus diketahui oleh LPSTK atau Pokmas, yaitu:

ž Rencanakan MPA dengan baik dan rinci, dengan memperhatikan faktor-faktor penunjang & penghambat,

ž Pastikan anggota kelompok telah menguasai metode & teknologi MPA yang dipilih,

ž Pastikan ada pasar bagi produk MPA & kelompok dapat mengakses jaringan pasar tersebut,

ž Membuat daftar kerja & pembagian tugas bagi setiap anggota kelompok,

ž Pantau dengan seksama setiap perkembangan dari kegiatan yang dilakukan,

ž Konsultasikan masalah-masalah yang dihadapi kepada Penyuluh, Fasilitator atau pihak-pihak yang bisa membantu & segera tindak lanjuti langkah penyelesaian tersebut,

ž Lakukan registrasi dan pembukuan setiap kegiatan yang dilakukan,

ž Lakukan langkah-langkah ini secara konsisten.

Melalui pengembangan dan pelaksanaan yang terencana dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan output yang baik dan sesuai dengan harapan. Berusaha untuk kebaikan adalah harapan yang tergenggam dan membawanya menuju kesuksesan. Untuk itu, kesediaan dan kemauan masyarakat pemanfaat lah program ini akan berhasil . Semoga semangat membangun terus terjaga tanpa tergerus erosi …….. semoga…..

Monday, October 13, 2008

Sultan HB X menjadi Capres 2009





Dalam berbagai jajak pendapat, nama Sultan Hamengku Buwono X selalu menempati urutan lima besar calon presiden dan calon wakil presiden 2009-2014 yang diinginkan oleh masyarakat. Beberapa partai politik dan tokoh masyarakat juga mulai melakukan penjajakan politik kepada Sultan untuk digandeng menjadi capres atau cawapres (antara.co.id/7Oct08).
Benarkah Sultan bersedia untuk dicalonkan menjadi calon Presiden RI? Mendapat pertanyaan ini, diberbagai media Sultan masih menjawab “nanti lihat saja”. Artinya kemungkinanannya bersedia dan tidak bersedia. Tapi, akankah bersedia?
Menurut pendapat saya, sebagai seorang yang berdarah Yogyakarta, sangat tidak mendukung Sultan HB X untuk mencalonkan diri sebagai Calon Presiden RI 2009-2014. Alasannya, kepemimpinan dan keteladanan yang selama ini beliau tunjukkan sangatlah menunjukkan kepribadian yang luhur. Saya tidak ingin kepemimpinan dan keteladanan yang beliau tunjukkan akan tercoreng oleh keinginan politik yang rakus dan gegabah dari politisi yang lain. Saya tidak ingin kepemimpinan beliau menjadi kelihatan rusak hanya karena tekanan kekuatan politik yang tidak sejalan dengan keinginan perbaikan kehidupan rakyat.
Menjadi Sultan HB X saat ini, menurut saya jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan menjadi Presiden RI. Artinya apabila beliau menjadi Presiden RI, berarti beliau turun pangkat. Namun demikian, saya akan tetap mendukung apabila pada saatnya nanti Sultan HB X menjawab siap untuk menjadi Capres RI dan menjadi Presiden RI 2009-2014. Semoga Sultan dapat memberikan keteladanan yang arif dan bijaksana bagi rakyat Indonesia.

Friday, October 10, 2008

Krisis Keuangan AS dan Sektor Perikanan



Berkaitan dengan terjadinya krisis keuangan Amerika Serikat (AS), berbagai langkah antisipasi dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dengan mencermati terus secara seksama dampak lanjutan krisis keuangan AS. Selain di AS, negara UE dan Jepang merupakan pasar utama alternatif hasil perikanan Indonesia sampai Agustus 2008, nilai ekspor ke AS adalah U$ 580 juta ke Jepang U$ 430 juta dan ke UE mencapai U$ 240 juta.

Ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat mengalami peningkatan pada periode Januari-Maret 2008, yakni senilai US$ 264,3 juta, atau sebesar 27,8 persen dibanding tahun 2007, senilai US$ 206,8 juta. Kenaikan yang utama adalah produk udang, sebesar 57,7 persen, yakni dari US$ 94,2 juta menjadi US$ 148,7 juta. Berikutnya adalah ikan tuna, sebesar 20,4 persen, yaitu dari US$ 32,2 juta menjadi US$ 38,8 juta. Lainnya berupa fillet ikan sebesar US$ 39,5 juta, beku US$ 7,3 juta dan ikan kering U$ 4,4 juta.

Situasi pasar ekspor hasil perikanan pada bulan Oktober – Desember 2008 sifatnya masih volatile (tidak menentu). Hal ini sebagai bahan untuk mempertimbangkan bahwa hasil perikanan merupakan kelompok bahan pangan (human consumption) dan segmen pasar hasil perikanan terutama udang relatif segmented, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan memperkirakan sementara dampak krisis akan mempengaruhi kinerja ekspor hasil perikanan sekitar 10 – 15 persen.

Realisasi ekspor hasil perikanan bulan September - awal Oktober 2008 pada umumnya merupakan tindak lanjut dari kontrak yang telah disepakati sebelum terjadinya krisis. Saat ini belum dirasakan dampak yang signifikan terhadap kinerja ekspor hasil perikanan.

Beberapa pelaku usaha memberi informasi, terdapat indikasi bahwa mitra importir di luar negeri khususnya AS diperkirakan akan melakukan negosiasi ulang kontrak yang sudah ada terutama mengenai harga dan volume. Oleh karena itu dampak nyata dari krisis ini terhadap kinerja ekspor hasil perikanan kemungkinan akan mulai terlihat dalam satu atau dua bulan kedepan dan seterusnya ke tahun 2009.

Langkah lain yang dilakukan oleh DKP bagi pengusaha perikanan adalah melakukan konsolidasi dengan para pelaku usaha dalam mengambil langkah bersama menghadapi dampak yang akan terjadi. Memelihara dan melayani dengan baik kontrak–kontrak berjalan terutama kelancaran pembayaran kontrak. Pihak eksportir seyogjanya senantiasa melakukan kontak dengan perbankan dalam negeri, disamping untuk pembukaan L/C juga untuk memastikan kelancaran pembayaran, juga mendorong para pelaku usaha untuk melakukan diversifikasi pasar terutama ke negara yang belum terkena dampak krisis.

Bagi para pelaku usaha, dihimbau untuk merealisasikan kontrak yang belum dieksekusi. Khusus pasar Eropa, mengupayakan beberapa Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Approval Number agar dapat melakukan ekspor ke UE.

Dalam upaya mengantisipasi dampak krisis keuangan AS, DKP mengajak pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi usaha, melalui Ditjen P2HP telah memberlakukan pelayanan penerbitan Health Certificate (HC) 1 (satu) hari, dan dihimbau kepada para pelaku usaha tetap menjaga citra produk Indonesia yang baik saat ini dengan pemenuhan standard mutu, kontinuitas supplai, dan ketepatan waktu pengiriman.

Kalau pada krisis moneter tahun 1998 lalu, pada saat sektor manufaktur mengalami hantaman keras, produk perikanan dan komoditi sumberdaya alam yang lain malah memanen rejeki dari tingginya nilai dolar. Memang lain dulu, lain sekarang. Yang terpenting adalah terdapat kebersamaan antara pihak Swasta dan Pemerintah, sehingga apapun masalahnya, akan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Disadur dari : http://www.dkp.go.id

Tuesday, October 7, 2008

Indonesia Agar Waspadai Limpahan Produk Perikanan AS

Indonesia agar mewaspadai kemungkinan adanya limpahan produk perikanan yang ditujukan ke Amerika Serikat (AS) dari China, kata seorang pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

Indonesia memang menjadi salah satu pintu masuk yang mengiurkan bagi produk perikanan asing untuk mencapai negara lain, kata kata Direktur Pemasaran Luar Negeri Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Saut P Hutagalung, di Jakarta, Selasa.

"Jumlah ekspor perikanan China ke Amerika sangat besar, bisa juga dikatakan China eksportir terbesar produk perikanan ke Amerika. Jika sampai krisis perekonomian Amerika berpengaruh pada menurunannya permintaan kemungkinan China akan mencari pasar lain," katanya.

Dia mengatakan Indonesia memang menjadi salah satu pintu masuk yang mengiurkan bagi produk perikanan asing untuk mencapai negara lain. Hal tersebut menjadi masalah tersendiri yang hingga saat ini coba diatasi.

Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia harus berhati-hati dalam melakukan impor produk perikanan jangan sampai berakhir pada penolakan produk sendiri oleh negara tujuan ekspor seperti Uni Eropa dan Jepang.

"Produk kita sudah diterima di Eropa, mereka mengakui kualitas produk kita. Jangan sampai karena keinginan mendapatkan untung besar satu pihak saja berakhir pada penolakan pada semua produk perikanan asal Indonesia," ujar dia.

Guna mengatasi atau meredam kemungkinan pengenaan dumping dari negara lain terhadap produk perikanan DKP sendiri sejak lama mempersiapkan Peraturan Menteri (Permen) yang berfungsi mengontrol impor produk perikanan tersebut, namun hingga saat ini Permen tersebut belum selesai.

Ekspor produk perikanan Indonesia sendiri ke AS diperkirakan akan terpengaruh akibat krisis perekonomian di negara tersebut, ujar dia. Dalam dua bulan ke depan seberapa besar dampaknya baru akan diketahui.

AS sendiri merupakan pasar ekspor perikanan terbesar Indonesia dengan nilai mencapai 580 juta AS dolar hingga Agustus 2008 ini. Sedangkan ekspor ke Jepang mencapai 430 juta AS dolar dan ke Uni Eropa mencapai 240 juta AS dolar.

Produk perikanan terbesar adalah udang yang mencapai 55 persen dari total ekspor ke negara tersebut. Sedangkan 35 persen merupakan produk ikan laut non tuna dan 10 persen tuna.(*) Jakarta, (ANTARA News)

Wednesday, October 1, 2008

Taqobbalallahu Minna Wa Minkum, Minal 'Aidin Wal Faidzin







Membuka hati ketika mata terpejam
Membuka diri ketika kaki terpasung
Membuka puji ketika tangan menengadah

Membuka hati dimulai dari diri
Membuka hati diiringi dengan puji
Membuka hati dengan niat lahir dan bathin

Aku hanya makhluk-Mu yang dhoif
Aku selalu menjadikan diri yang naif
Aku penuh dengan dosa bagai di kala ashshoif

Hanyalah aku mampu
memohon.....
meminta......
mengharap pada-Mu

Bukakanlah hatiku
Bukakanlah mataku
Bukakanlah pendengaranku
Tunjukkanlah langkahku
Tuntunlah lidahku
Untuk selalu dalam lingkaran-Mu

Di hari yang fitri
Di hari penuh kumandang takbir-Mu
Bukakanlah hati semua orang untukku
Untuk dapat memaafkanku.........

Saturday, September 27, 2008

Indonesia Jajaki Ekspor Perikanan Eropa Timur

Indonesia mulai menjajaki ekspor perikanan ke Timur Tengah dan Eropa Timur untuk meningkatkan nilai ekspor produk perikanan.

"Sekarang ini kita mencoba menjajaki peluang ekspor perikanan ke Timur Tengah dan Eropa Timur. Kedua negara tersebut merupakan pasar baru yang belum pernah dimasuki secara serius," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Martani Huseini, di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, pasar di kedua kawasan tersebut cukup menjanjikan mengingat negara-negara di kawasan tersebut merupakan negara kaya.

"Permintaan ada dari Eropa Timur, mulai dari Rusia, Polandia, dan Syria. Tentara mereka meminta tuna impor dalam bentuk beku, bisa dibayangkan berapa besar kebutuhannya, ini peluang untuk Indonesia," ujarnya.

Sedangkan pasar ekspor lainnya yang sedang dijajaki, menurut Martani, adalah Timur Tengah. Selama ini kebutuhan ikan negara Timur Tengah baru dipasok dari Thailand, China dan Vietnam, padahal China pun mengimpor dari Indonesia.

"Bulan November rencananya kita akan ke Timur Tengah untuk
menindaklanjuti peluang yang ada. Pasar di sana nilainya mencapai 40 juta dolar AS per tahun, tidak terlalu besar memang tapi pasar ini sangat mungkin berkembang mengingat perkembangan Timur Tengah sangat pesat," katanya.

Berbagai produk perikanan yang diekspor antara lain ikan laut maupun air tawar berupa filet maupun dalam bentuk utuh, ujar dia. Ikan yang ekspor mulai dari tuna, udang, nila, hingga patin.

Sementara itu, Direktur Pemasaran Luar Negeri, Saut P Hutagalung mengatakan, pasar Timur Tengah lebih kecil jika dibanding pasar China yang mencapai 65 juta AS dolar. Pasar Timur Tengah yang hampir separuhnya diperuntukan untuk Arab Saudi mencapai 18 juta dolar, sisanya untuk Yordania mencapai 15 juta dolar dan Mesir mencapai tujuh juta dolar.

"Untuk saat ini baru MoU dengan Mesir yang hampir siap, sedangkan untuk Arab Saudi masih harus melalui penjajakan. Dan untuk Yordania sama sekali belum dicoba pembicaraan antara dua negara," katanya.

Menurut dia, selama ini kendala dalam melakukan ekspor perikanan ke Timur Tengah karena pihak Indonesia belum mengenal dengan baik pasar tersebut. Jika dilihat secara politis, hubungan Indonesia dan negara-negara di Timur Tengah memang tidak ada masalah, tetapi dalam kaitan dengan dunia ekonomi masih perlu pembelajaran.

"Tarif bea masuk di sana tinggi memang, 20 hingga 40 persen. Tapi tidak masalahkan karena negara lain juga dapat membayar sebesar itu," ujarnya.

Justru yang menjadi masalah, menurut dia, adalah belum adanya sertifikat halal untuk produk perikanan Indonesia, sedangkan Filipina telah memilikinya. Pembahasan sertifikasi halal telah dibicarakan dengan MUI, tetapi terhambat dengan adanya RUU Label Halal.

"Hal lain yang diperlukan dalam hal ini MoU Perdagangan antar negara. Ini sangat penting sebagai payung hukum, kita sudah ada MoU dengan Iran, menyusul Mesir dalam waktu dekat," katanya.(*)Jakarta, (ANTARA News)

Tuesday, September 23, 2008

Pemberdayaan Masyarakat pada Coremap II Kabupaten Pangkep



Kabupaten Pangkep merupakan salah satu kabupaten kepulauan di Sulawesi Selatan yang masuk dalam wilayah pengelolaan COREMAP Fase II. Wilayah kerja kegiatan COREMAP II di kabupaten Pangkep sampai tahun 2010 meliputi 10 Kecamatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan pesisir dan 3 (tiga) kecamatan kepulauan.
Salah satu program coremap yang menjadi fokus kegiatan CBM ini adalah pemberian bantuan dana bergulir (seed fund) yang bertujuan untuk memberi bantuan modal usaha masyarakat melalui sistem dana bergulir yang dikelola oleh LKM Desa dan pemberian dana pembangunan desa (village grant) untuk pembangunan sarana sosial yang berkaitan dengan pengelolaan terumbu karang.
Berdasarkan hasil diskusi dan pemantauan di lapangan diperoleh data dan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan kegiatan CBM di Kabupaten Pangkep adalah sebagai berikut :

A. Perkembangan Kegiatan :
Umum
1. Program Coremap II telah memberikan bantuan permodalan (seed fund) pada tahun 2007 sebesar Rp.1.450.000.000. yang didistribusikan kepada 37 LKM Desa Coremap dalam jumlah antara Rp.25.000.000 sampai Rp.50.000.000. Bantuan seed fund direncanakan dilanjutkan pada tahun anggaran 2008 sehingga semua desa coremap mendapat bantuan masing-masing mencapai Rp.50.000.000.
2. Dana seed fund pada tahun 2008 sebanyak 400 juta saat ini sudah siap untuk dicairkan dan diberikan kepada LKM untuk dikelola sesuai dengan peruntukkannya. Rencana pembagian akan diberikan ke 16 desa masing-masing sebesar 25 juta rupiah.
3. Tujuan seed fund adalah untuk meningkatkan kapasitas usaha masyarakat terutama kegiatan usaha ekonomi produktif ramah lingkungan yang tidak berdampak kepada kerusakan terumbu karang.
4. Berdasarkan usulan penggunaan dana seed fund yang masuk ke PMU terdapat beberapa jenis usaha yang memerlukan modal antara lain adalah: usaha budidaya rumput laut, budidaya kerapu, pembelian alat tangkap pancing, pembelian alat tangkap jaring, usaha pengolahan ikan kering, sedangkan di wilayah pesisir terdapat permintaan modal untuk peternakan itik, usaha menjahit, dan usaha jual-jualan kue dan jualan barang campuran.

Desa Mattiro Bombang
1. Lokasi desa program yang dikunjungi adalah Desa Mattiro Bombang dan Desa Tekolabbua. Desa Mattiro Bombang merupakan salah satu desa di Kecamatan Liukang Tuppabiring, yang terdiri dari empat buah pulau berpenghuni yaitu Pulau Salemo, Pulau Sagawa, Pulau Sabangko dan Pulau Sakuala dan beberapa gugus karang. Pusat desa berpenduduk 450 KK ini berada di Pulau Salemo.
2. Pelaksanaan Seed Fund pada tahun 2007 diberikan sebesar Rp 50juta untuk masing-masing desa. Pelaksanaan Seed Fund di Desa Mattiro Bombang sudah berjalan dengan baik, dimana saat ini jumlah peminjam sebanyak 44 orang dengan pinjaman antara 1-2 juta rupiah per orang.
3. Sarana prasarana yang telah diadakan atau dibangun melalui pendanaan Village Grant di desa ini antara lain kapal pengawas, fasilitas pondok informasi (informasi center), dan papan-papan informasi.
4. Sesuai dengan rencana pengelolaan terumbu karang yang telah disusun, maka desa ini lebih diarahkan pada rencana pengembangan usaha yang dikelola oleh kelompok masyarakat.
5. Pelaksanaan AIG Fund tidak dapat dilanjutkan berkaitan dengan terbenturnya pola pendanaan dengan Permen Keuangan Nomor........, sehingga dana yang telah tersedian dikembalikan ke negara.
6. Pengelolaan wilayah perairan dalam rangka pengelolaa sumberdaya perikanan dan terumbu karang sudah berjalan dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan berjalannya radio masyarakat untuk berkomunikasi dalam pengawasan sumberdaya perairan bersama PIU dan kepolisian.
7. Selain Program Coremap II, desa ini juga mendapat program MCRMP (Marine Coastal Resources Management Project) dan PPK (Program Pengembangan Kecamatan), sehingga telah terbangun berbagai sarana sosial lainnya dan pengembangan ekonomi masyarakat.

Desa Tekolabbua

1. Berbeda dengan desa di atas, Desa Tekolabbua merupakan desa pesisir yang terletak di Kecamatan Pangkajene.
2. Pendanaan seed fund sudah berjalan, perguliran dilakukan dan dikelola oleh LKM dimana saat ini jumlah dana sebesar 67 juta dari modal awal yang diberikan sebesar 50 juta. Maksimal dana pinjaman yang diberikan sebesar 2,5 juta rupiah, namun masih banyak anggota lainnya yang menunggu untuk dapat meminjam dana seed fund yang akan datang.
3. Pendanaan village grant dilaksanakan dengan membangun sarana air bersih dan fasilitas pendukung informasi center.
4. Akan dilaksanakan rencana studi banding ke wilayah pengelolaan perikanan yang berhasil di tempat lain. Diharapkan perwakilan yang akan mengikuti kegiatan tersebut dapat mewakili dan sesuai dengan kriteria.

B. Isu dan Permasalahan :
Desa Mattiro Bombang
1. Untuk memberdayakan seluruh masyarakat dan lembaga di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ada di Kabupaten agar mampu melaksanakan kerja sama pengelolaan terumbu karang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka telah dilakukan beberapa kegiatan utama yaitu: (1) pelatihan perikanan terumbu karang berkelanjutan, (2) pemasaran sosial pengelolaan terumbu karang berkelanjutan, (3) penilaian sumberdaya pedesaan secara cepat, (4) studi banding masyarakat, (5) fasilitasi desa dan bantuan teknis, (6) pembentukan pusat informasi terumbu karang desa, dan (6) pembentukan jaringan radio.
2. Desa ini terdiri dari 4 pulau berpenghuni, namun hanya Pulau Salemo sebagai pusat desa yang memiliki sarana sosial yang memadai. Oleh karena itu, dibutuhkan sarana sosial pendukung seperti sarana air bersih, MCK, dan listrik di 3 pulau lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pendanaan Village Grant perlu dialokasikan kembali.
3. Kondisi listrik berasal dari genset PLN hanya dapat dinikmati pada sore hari yakni pada pukul 6-12 malam. Apabila memungkinkan masyarakat berharap dapat menikmati listrik selama 24 jam melalui bantuan program Coremap II.
4. Pemboman ikan masih terjadi di perairan dekat pulau, namun belum dapat ditangani secara langsung dengan mengejar pelaku karena kondisi kapal pengawasan yang kecil (3GT). Diharapkan kapal untuk pengawasan dapat ditingkatkan menjadi kapal fiber dengan kapasitas dan kemampuan lebih besar.

Desa Tekolabbua

1. Sarana air bersih yang telah dibangun saat ini hanya berupa tempat penampungan air yang diambil dari sumber mata air di tempat lain menggunakan mobil pengangkut. Untuk itu, rencananya dibutuhkan fasilitas pendukung sarana air bersih lain berupa pembangunan penampungan air bersih dan pompa air di daerah sumber air bersih (3 km di luar desa). Pipa yang digunakan untuk menyambung air bersih dari sumbernya adalah pipa PDAM yang sudah ada.
2. Masih terdapat perbedaan pendapat dan pemahaman mengenai pengelolaan pendanaan seed fund diantara masyarakat.

C. Rekomendasi
Berdasarkan kondisi dan permasalahan yang terjadi di wilayah Coremap II Kabupaten Pangkep, maka perlu disarankan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1. PMU perlu melakukan advokasi dan mediasi kepada Bupati dan DPRD dalam rangka memperkuat peran daerah pada pelaksanaan COREMAP II di Kab. Pangkep, termasuk manefestasi komitmen daerah untuk menyediakan SDM yang memadai serta dana pendamping kegiatan,
2. PMU perlu melakukan asistensi dan pembinaan secara berkesinambungan agar pelaksanaan pengelolaan program dan pembinaan kegiatan-kegiatan masyarakat dapat berjalan dengan baik,
3. PMU melakukan identifikasi aset-aset yang telah diadakan untuk segera dibuat berita acara serah terima kepada LPSTK,
4. PMU bersama konsultan CBM, SETO dan CF perlu memahami dalam mengembangkan partisipasi dan kesepakatan berbasis mayarakat untuk pengelolaan dana village grant dan seed fund,
5. Pengadaan listrik dapat diadakan melalui pendanaan seed fund sebagai bentuk investasi oleh dan untuk masyarakat,
6. Perlunya dibuat sistem pelaporan keuangan menggunakan software komputer bagi pengelolaan dana masyarakat agar pelaksanaannya dapat dikontrol dengan baik oleh PMU. Agar dapat sistem pelaporan dapat berjalan dengan baik, diperlukan pelatihan operator komputer bagi LPSTK dan LKM.

Wednesday, September 17, 2008

Adaptasi Cahaya Pada Koral



Para ilmuwan telah menemukan sebuah gen dalam koral yang merespons siklus siang atau malam hari. Temuan ini memberikan sejumlah petunjuk penting tentang bagaimana koral simbiotik bekerja sama dengan plankton yang menjadi partner hidupnya.

Karang adalah binatang mengagumkan yang membentuk konstruksi biologis terbesar di dunia. Bentangan terumbu karang menutupi hampir 0,2 persen lantai samudra. Terumbu karang juga menyediakan habitat bagi lebih dari 30 persen kehidupan laut. Di perairan dangkal yang tidak menyediakan makanan berlimpah, koral telah mengembangkan hubungan mesra dengan organisme fotosintesis kecil yang disebut dinoflagellata.

Dinoflagellata menggunakan cahaya matahari untuk menghasilkan energi bagi karang. Energi itu digunakan oleh karang untuk membangun kerangka mineral yang berfungsi sebagai perlindungan. Produksi mineral, yang disebut dengan kalsifikasi koral, amat bergantung pada siklus siang dan malam, meski mekanisme molekuler di balik sinkronisasi tersebut masih misterius.

Aurelie Moya, ilmuwan dari Monaco Scientific Centre, bersama tim ilmuwan gabungan dari Monaco dan Prancis berhasil melakukan karakterisasi gen koral pertama yang bereaksi terhadap siklus cahaya. Dalam laporan yang dipublikasikan pada Journal of Biological Chemistry, mereka menyatakan bahwa gen yang dinamai STPCA itu membuat enzim yang mengubah karbon dioksida menjadi bikarbonat (soda kue) dan dua kali lipat lebih aktif pada malam hari daripada siang hari.

"Enzim itu terkonsentrasi dalam lapisan berair, tepat di bawah kerangka hasil klasifikasi," kata Moya. "Bila dikombinasikan dengan studi terdahulu yang memperlihatkan bahwa inhibitor STPCA membuat tingkat kalsifikasi menurun, temuan ini mengkonfirmasi peran langsung gen STPCA dalam proses tersebut."

Moya dan timnya memperkirakan bahwa STPCA menjadi lebih aktif pada malam hari untuk mengatasi pembentukan asam. Proses kalsifikasi ini membutuhkan banyak atom hidrogen atoms, yang pada siang hari dapat dibuang oleh fotosintesis. Pada malam hari, akumulasi hidrogen meningkatkan kadar keasaman koral sehingga STPCA menciptakan bikarbonat tambahan sebagai buffer untuk menghalangi kerusakan jaringan akibat asam. SCIENCEDAILY | NOVA
Sumber : KoranTempo; EDISI 17 September 2008

Wednesday, September 3, 2008

A Process for Community-based



There are many similarities, and some differences, between community-based coastal resource management (CBCRM) and co-management. When CBCRM is considered an integral part of co-management, there is a new category of co-management which can be called community-based co-management. Community-based comanagement is people-centered, community-oriented, resources-based and partnership-based. The implementation of community-based co-management has four components: resources management, community and economic development, capability building, and institutional support.

Reference : Pomeroy, R.S. NAGA, The ICLARM Quarterly, 1998. Vol. 21, No. 1, pp 71-76.

Download :

http://uploads.bizhat.com/file/348616

A Rapid Appraisal Approach to Evaluation of Community-Level Fisheries Management Systems


Framework and Field Application at Selected Coastal Fishing Villages in the Philippines and Indonesia


Among the recent attempts to use the Rapid Rural Appraisal (RRA) techniques traditionally employed in agriculture and other terrestrial resource systems is in the evaluation of the coastal and marine fisheries’ environments. One of these approaches is called Rapid Appraisal of Fisheries Management Systems (RAFMS) which was developed at the International Center for Living Aquatic Resources Management (ICLARM). The RAFMS is a diagnostic tool designed to quickly document and evaluate the operating fisheries management systems both formal and informal at the community level. As a critical first step in diagnosing the existing types of community-level fisheries management systems, the RAFMS shall provide general information on their essential features, operations and impacts. Given limited funds, time, and research personnel, it is not always possible to conduct indepth studies of community-based fisheries resource management systems at a specific site or across a country. While the RAFMS is no substitute for more detailed studies, it can provide cost-effective information and a research and/or policy direction for further study. This paper first describes the framework of the RAFMS. Then, it provides examples of output from RAFMS generated through field applications in the fishing villages of Ulugan Bay and Binunsalian Bay in Palawan Island, Philippines and Nolloth Village in Saparua Island, Indonesia. The RAFMS was found useful in generating information for use of the outside experts, the local researchers and the residents of the fishing communities. The outputs from the field application in the Philippines and Indonesia are now being used for various planning, project development and research purposes.

Reference: Pido, M.D., R.S. Pomeroy, L.R. Garces and M.B. Carlos. 1997. Coastal Management Vol. 25, No. 2, pp 183-204.

Download :

http://uploads.bizhat.com/file/348613

A note on cyanide fishing in Indonesia

In Indonesia reef fish stocks are declining as a result of over-fishing and destruction of habitats. The latter is caused by the dying of corals from cyanide and by the breaking of corals around holes where fish are hiding. In the capture of a single grouper, more than a square meter of corals is destroyed when the fish is removed from its hiding place. In areas where cyanide fishing has been practised intensively, the reef is mostly dead, overgrown with algae, and has only very few animals still living on it.


Reference : P
ET-SOEDE, L. & M.V. ERDMANN. (1998). An overview and comparison of destructive fishing

practices in Indonesia. SPC Live Reef FishInformation Bulletin 4: 28-36.


Download :

http://uploads.bizhat.com/file/348614

Wednesday, August 27, 2008

Conservation and Fisheries Literature



Carrying Capacity And Marine Protected Areas

What is being measured in carrying capacity studies is generally confined to the direct physical impacts on the environment. However, the indirect effects of visitation such as increased sedimentation levels from coastal zone construction or increased nutrients from the discharge of untreated or partially treated sewerage waste, may be much more significant sources of stress to the environment.

Reference : Glass, A. and K. De Meyer. 2002. Carrying capacity and marine protected areas. Science Fact Sheet. The Coral Reef Alliance (CORAL)

Download :
http://www.2shared.com/file/3829900/fe4a80b2/carrying_capacity_and_mpa.html
password : konservasi



Coral Reefs and the Global Network of Marine Protected Areas

Existing marine reserves are largely ineffective and as a whole remain insufficient for the protection of coral reef diversity.

Reference : Mora, C., S. Andrefouet, M. J. Costello, C. Kranenburg, A. Rollo, J. Veron, K. J. Gaston and R. A. Myers. Science vol 312: 1750-1751. 2006.

Download :
http://www.2shared.com/file/3829938/dbbc5b43/coralreef_n_globalnetwork_mpa.html
password : konservasi


Good Practices for Community-based Planning and Management of Shrimp Aquaculture in Sumatra, Indonesia.

This paper presents a case study of a pilot project in Indonesia that is working to promote environmentally responsible and sustainable shrimp aquaculture. The project is located in Pematang Pasir, a coastal village located in Lampung Province on the island of Sumatra, in Indonesia. Lampung Province is the second largest shrimp-producing province in Indonesia. It has achieved this status over a very short period of time. Like so many other places around the world, the rate of growth has overwhelmed government capacity to plan and guide shrimp aquaculture growth in a responsible manner. The pilot project in Pematang Pasir is part of the Indonesian Coastal Resources Management Project (Proyek Pesisir) whose overall objective is to decentralize and strengthen coastal resource planning and management.4 As a “pilot” project, it is intended to test and expand knowledge of effective methods and lessons learned that could be replicated in other locations on a wider scale. This paper describes what has been learned to date, and offers strategies, methods and tools of community-based coastal resource management that can be used worldwide in efforts directed at analyzing constraints to adoption of good practices for shrimp farming and how to overcome them.

Proyek Pesisir Working Paper. USAID/BAPPENAS NRM II Program. Jakarta, Indonesia. 2001. 45pp.


Download :
http://www.2shared.com/file/3829999/5654835f/com_based_aquaculture_lampung.html
password : konservasi


A Marine Rapid Assessment of the Raja Ampat Islands, Papua Province, Indonesia.

The Raja Ampat Islands, situated immediately west of the Birdshead Peninsula, are composed of four main islands (Misool, Salawati, Batanta, and Waigeo) and hundreds of smaller islands, cays, and shoals. Much of the area consists of gazetted wildlife reserve (cagar alam), but there remains a critical need for biological surveys. Delegates at the January 1997 Conservation Priority-setting Workshop on Biak unanimously agreed that the Raja Ampats are a high-priority area for future RAP surveys, both terrestrial and marine. The area was also identified as the number one survey priority in Southeast Asia at CI’s Marine RAP Workshop in Townsville, Australia, in May 1998. Due to its location near the heart of the “Coral Triangle” (the world’s richest area for coral reefs encompassing N. Australia, Indonesia, Philippines, and Papua New Guinea) coupled with an amazing diversity of marine habitats, the area is potentially the world’s richest in terms of marine biodiversity. The area supports some of the richest coral reefs in the entire Indonesian Archipelago. The sparsely populated islands contain abundant natural resources, but unfortunately are a tempting target for exploitation. The islands have long enjoyed a form of natural protection due to their remote location, but as fishing grounds have become unproductive in areas to the west, the number of visits by outside fishing vessels has increased. Particularly over the past two to three years, there has been a noticeable increase in the use of explosives and cyanide by both outsiders and local people. This report presents the results of a Conservation International Marine RAP (Rapid Assessment Program) survey of marine biodiversity in the Raja Ampat Islands, focusing on selected faunal groups, specifically reef-building (scleractinian) corals, molluscs, and fishes. Additional chapters present the results of fisheries and reef condition surveys, as well as a study of marine resource use by local communities. The purpose of this report is to document local marine biodiversity and to assess the condition of coral reefs and the current level of fisheries exploitation in order to guide regional planning, marine conservation, and the use of sustainable marine resources.

(Laporan ini memaparkan hasil penilaian lapangan secara cepat di Kepulauan Raja Ampat, Indonesia, yang terletak di paling ujung barat Propinsi Papua dulu bernama Irian Jaya. Kepulauan ini terdiri dari beberapa pulau besar dan bergunung-gunung, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool serta ratusan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Daratan dan lautan di sekelilingnya mencakup luas sekitar 43.000 km2. Total populasi penduduk adalah 48,707 atau 7 jiwa/ km2 berdasarkan sensus terakhir tahun 1998. Pulau-pulau ini merupakan bagian dari “segitiga karang” (Coral Triangle) yang terdiri dari Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua New Guinea, Jepang dan Australia. Kawasan tersebut mendukung kehidupan eanekaragaman hayati laut terkaya di dunia, yang umumnya berpusat di habitat-habitat karang yang luas, bakau dan padang lamun. Survai ini dilakukan oleh Marine Rapid Assessment Program (RAP) Conservation International (CI) bekerjasama dengan Universitas Cenderawasih dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P3O-LIPI)).

Reference:
McKenna, S.A. G. R. Allen and S.Suryadi (Eds.). 2002. RAP Bulletin of Biological Assessment 22, Conservation International, Washington, DC. 193 p.

Download :
http://www.2shared.com/file/3830125/f26d213d/RajaAmpat_RAP.html
password : konservasi


Marine Protected Areas - providing a future for fish and people.

They also provide services to local communities who depend on the sea and its resources, increasing food security and reducing poverty. MPAs can also benefit local people by opening new opportunities to gain income. Countries with coral reefs attract millions of SCUBA divers every year, yielding significant economic benefits to the host country. Globally, almost USD 10 billion are spent on coral reef tourism annually. By establishing MPAs, we can restore the balance in the use of our oceans, safeguarding valuable fish stocks and important habitats while providing long-term solutions for local communities. The challenge The world’s oceans are under more pressure than ever before. From France to Japan, from Senegal to Australia and Chile, fish stocks are overfished and important habitats are being lost or degraded at an unprecedented rate. Sixty per cent of coral reefs are expected to be lost by 2030 if present rates of decline continue. The increasing number of people living on the coasts and the rapid rise in consumer demand for fish threaten marine biodiversity across the oceans. Inadequate fisheries management and widespread overuse of marine and coastal resources are also eroding the traditional basis of life for millions of people and even entire countries, depriving communities of their main source of vital protein and increasing poverty. Yet, only a mere 0.5 per cent of the oceans are protected – compare this to 13 per cent of land area under protection. And the large majority of that is inadequately managed, with almost all marine protected areas open to tourism and recreation and 90 per cent open to fishing. To turn the tide towards healthy oceans, the world’s leaders agreed, at the World Summit for Sustainable Development in 2002, to create representative networks of MPAs by 2012.

Reference : Global Marine Programme, WWF International Gland, Switzerland. 2005. 20p.

Download :
http://www.2shared.com/file/3830222/6e4f0ac7/marineprotectedareas.html
password : konservasi