Belajar mengenal laut, ikan dan cara-cara pengelolaannya melalui pemanfaatan berkelanjutan dan pelestarian melalui upaya konservasi.........
Tuesday, August 5, 2008
DPL = Daerah Perlindungan Laut?
DPL atau Daerah Perlindungan Laut mulai dikenalkan pada tahun 1998, yaitu melalui Program Nature Resourche Management (NRM)atau Proyek Pesisir di Desa Blongko Sulawesi Utara. Upaya pengelolaan DPL ini dilakukan menggunakan model berbasis masyarakat, dimana upaya pengelolaan mulai dari inisiasi sampai pelaksanaan dan evaluasi pengelolaan dilakukan oleh partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, jenis DPL ini dikenal dengan DPL-BM (Daerah Perlindungan Laut - Berbasis Masyarakat)
DPL, selanjutnya menjadi ikon bagi program lain dalam rangka pengelolaan kawasan di pesisir dan laut di Indonesia seperti MCRMP dan COREMAP. Hal ini menjadi perhatian penting mengingat tujuan pengembangan DPL adalah Untuk menjaga keseimbangan ekologi, ekonomi dan sosial pada masing-masing kawasan perairan laut. Secara ekologi, untuk melindungi habitat dan berkembang biaknya sumberdaya ikan pada suatu kawasan perairan, secara ekonomi juga akan menjamin bahwa sumberdaya ikan hasil tangkapan nelayan berkualitas baik dengan volume yang stabil, secara sosial keberadaan DPL memberikan pembelajaran efektif bagi masyarakat di wilayah sekitarnya tentang pentingnya menjaga ekosistem perairan. Dalam jangka panjang, pengelolaan DPL sebagai “bank ikan” akan menjamin ketersediaan sumberdaya ikan, sehingga dapat menghindarkan dari gejala overfishing. Tujuan akhir dari pengelolaan DPL dalam skala besar adalah kelestarian sumberdaya perairan (ikan, terumbu karang, dan ekosistem lainnya) untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Mengapa ikan, terumbu karang, dan ekosistem lainnya (mangrove/hutan bakau, lamun, dll)? Secara ekologis, jelas bahwa ikan melakukan perkembangbiakan di ekosistem terumbu karang, lamun, mangrove, dan ekosistem lainnya. Padahal, mudah sekali kita merusak ekosistem-ekosistem tempat berkembangbiak berbabai jenis ikan yang biasa kita makan. Kerusakan ekosistem oleh manusia dapat terjadi akibat :
a. pembuangan sampah atau limbah secara langsung di laut maupun dari sungai,
b. pengeboman dan pembiusan di wilayah perairan untuk mendapatkan ikan secara berlimpah dalam waktu instan,
c. pengambilan terumbu karang atau penebangan mangrove, dan
d. aktifitas manusia di perairan yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang seperti menginjak, membuang jangkar, penangkapan ikan menggunakan trawl/pukat dasar/pukat harimau, dan lain-lain.
Lalu, mengapa DPL mampu.....?
DPL, sebagai istilah yang digunakan dalam pengelolaan partisipatif masyarakat dalam mengelola wilayah perairan merupakan sebuah upaya yang dapat diinisiasi oleh pemerintah maupun masyarakat langsung pada suatu kawasan perairan. Pada perkembangannya, daerah di perairan yang menjadi DPL merupakan daerah yang dilindungi atas kesepakatan masyarakat sendiri melalui keputusan desa/kampung, bisa atas inisiatif sendiri atau pun atas intervensi program. Berjalan atau tidaknya pengelolaan DPL dan bermanfaat atau tidaknya pengelolaan kawasan tersebut, serta tercapainya tujuan akhir pengembangan DPL adalah kembali kepada kesadaran dan kepedulian masyarakat itu sendiri. Program pemerintah atau pun program lembaga non pemerintah dalam pengembangan DPL ini seberapa besar pun biayanya hanya merupakan dukungan atau sebuah fasilitasi.
Untuk itu?
Agar pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat dapat berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif) maka keberadaan DPL perlu ditunjang dengan sebuah aturan hukum yang memiliki kekuatan hukum kuat di tingkat desa. Idealnya DPL didukung dengan sebuah Peraturan Desa/Kampung (Perdes/Perkam), atau Keputusan Desa/Kampung (Kepdes/Kepkam). Keberadaan Perdes atau Kepdes mutlak diperlukan untuk mendukung keberhasilan pengelolaan suatu kawasan DPL. Keberhasilan pengelolaan suatu kawasan DPL sangat tergantung pada aturan-aturan yang dibuat dan ditetapkan berdasarkan kesepakan masyarakat. Perdes atau Kepdes tentang DPL merupakan sebuah peraturan perundang-undangan formal yang memiliki kekuatan hukum terkuat di tingkat desa. Perdes ini harus mengikat masyarakat di dalam dan luar desa, sehingga masyarakat, Pemerintah Desa, dan Pokmas Konservasi yang mengelola DPL mempunyai kekuatan atau dasar hukum untuk melarang atau menindak pelaku pelanggaran.
Dengan terbentuknya daerah perlindungan laut yang dipilih dan disepakati oleh masyarakat sendiri diharapkan, dapat membantu keinginan masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan kekayaan laut mereka untuk kehidupan yang lebih sejahtera.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment