Thursday, January 22, 2009

Ikan Hiu dan Ikan Pari Diolah Menjadi Ikan Asin



Menyantap nasi timbel rasanya tidak klop kalau tidak ditemani sambal terasi dan ikan asin jambal roti. Meski hanya sekotak kecil berbentuk dadu ikan asin menjadi lauk wajib dalam sajian nasi timbel atau makanan khas Jawa Barat.

Banyak jenis ikan asin di dapat di pasar tradisional atau supermarket mulai dari ikan asin favorit jambal roti atau jenis lainnya seperti teri, tongkol, cumi atau bahkan ikan asin hiu atau sering disebut nelayan Cirebon sebagai ikan cucut.

Karena harganya relatif terjangkau, bahan makanan ini sering digunakan menyiasati keterbatasan anggaran rumah tangga.

Proses produksi ikan asin juga tidak terlalu rumit dan hanya menggunakan teknologi tradisional. Para pengasin biasanya memperoleh ikan dari tempat pelelangan ikan di pelabuhan setempat atau membeli langsung dari nelayan. Jika hasil tangkapan ikan melimpah, setiap pengasin bisa memproduksi beberapa ton ikan asin per hari.

Seperti halnya di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan Kota Cirebon produksi ikan asin skala besar juga berlangsung di sini.

UD Barokah salah satu usaha pengolahan ikan menjadi ikan asin dalam sebulan bisa memproduksi lebih dari 100 ton ikan asin. Terkadang bisa lebih jika hasil tangkapan ikan pari atau hiu (cucut) juga melimpah.

H. Darkinah, pemilik UD Barokah mengatakan ikan asin yang dihasilkan di PPN Kejawanan lebih banyak menggunakan ikan pari atau cucut karena nelayan yang berlabuh di PPN Kejawanan biasanya hanya menangkap jenis ikan ini.

Usai dibersihkan, ikan-ikan tersebut lalu disimpan digudang pendingin untuk kemudian nantinya di potong dalam ukuran kecil atau hanya di iris tipis-tipis menjadi ikan asing kering.

Bau busuk ikan pari dan cucut tidak terlalu dihiraukan para pekekerjanya, mungkin karena sudah terbiasa. Ikan-ikan ini memang rentan busuk karena bisanaya disimpan di gudang pendingin lebih dari satu bulan baru kemudian diolah menjadi ikan asin.

“Kami biasanya baru membuat ikan asin jika tidak hujan dan sudah mendapatkan pesanan,” katanya.

Setelah ikan dipotong kecil atau diiris tipis sebelum dijemur biasanya dimasukkan ke dalam larutan garam. Perendaman bisa 12 jam hingga semalam suntuk. Ikan yang telah diasinkan lalu dikemas dan dijual kepada para pengepul di Cirebon, Jakarta, Bandung atau daerah lain.

Selama musim penghujan seperti saat ini proses penjemuran ikan asin terganggu dan kurang sempurna. Ikan asin mudah ditumbuhi jamur, mudah hancur, terutama apabila cara pengemasannya tidak rapi dan harus dikirim ke luar kota. Bisa -bisa, ikan asin itu pun tidak laku di pasaran.

Selain dikenal sebagai makanan yang murah, ikan asin juga sering dicurigai mengandung formalin. Ada beberapa alasan perajin ikan asing menggunakan formalin.

Dengan proses garam dan penjemuran, rendemen yang tersisa kurang dari separuh. Bila bahan bakunya seratus kilogram saat masih basah, setelah jadi ikan asin tinggal 40% atau 40 kg. Kehilangan 60 kg itu sangat merugikan karena harga jual menggunakan satuan kilogram. Jika memakai formalin, rendemen dipercaya bisa mencapai 75%. Selisih 35% itu yang dikejar para pengolah.

Selain itu beberapa konsumen juga menginginkan ikan asin dengan tampilan yang menarik dan tidak gampang rusak. Pilihannya adalah menggunakan formalin. Namun seperti buah simalakama, sejak isu penggunaan formalin merebak penjualan ikan asin merosot.

Perajin ikan asin sendiri berharap adanya alternatif bahan pengawet yang aman digunakan dalam pengolahan ikan. Jika tidak, maka formalin tetap digunakan. (BC-11)
From beritacerbon.com. 20 Jan 2009 07:41 - by Raharjo

No comments: