Wednesday, March 26, 2008

DINAMIKA SUMBERDAYA CUCUT (ELASMOBRANCHII ) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, JAWA BARAT

Oleh:

Maria M. Wahyono
Peneliti pada Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430. Telp. (021) 681940; Fax. (021) 6402640; E-mail : purispt@indosat.net.id

Tuti Susilowati
Peneliti pada Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Serang. Jl. Raya Bojonegara. P.O. Box 01. Cilegon 42454. Telp. (0254) 20065; Fax. (0254) 201969. E-mail : Melati_fish@hotmail.com

I. PENDAHULUAN
Pada dasarnya keberlanjutan usaha penangkapan ikan sangat ditentukan oleh ketersediaan stock (sediaan) komoditas yang bersangkutan. Ketersediaan dan keberadaan stock suatu komoditas disuatu perairan ,dipengaruhi oleh perilaku dan pola pikir manusia dalam menerapkan system pengelolaan yang kelak dipilih. Pilihan terhadap system pengelolaan sumberdaya perikanan yang dapat menjamin usaha penagkapan yang berkelanjutan di masa datang , perlu mencermati komponen mana yang sudah mendesak dieliminasi , ditinjau kembali atau bahkan dihapus dari penerapan yang kurang berdayaguna tinggi selama ini. Kegiatan penangkapan sumber daya perikanan dimasa lalu cenderung bersifat eksploitatif. Sejalan dengan dianutnya system pengelolaan dengan menggunakan pendekatan produksi (production approach). System pengelolaan itu telah berdampak pada penurunan populasi beberapa jenis komoditas perikanan yang tergolong andalan komoditas ekspor seperti : tuna dan udang dan juga cucut (elasmobrachi). Cucut (Elasmobranchii) di Indonesia merupakan salah satu sumberdaya perikanan ekonomis penting, baik sebagai komoditas ekspor maupun untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Cucut adalah hewan yang mempunyai banyak manfaat, disamping merupakan bahan makanan juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri kosmetik, obat-obatan dan asesoris seperti tas dan sepatu. Hampir seluruh bagian tubuh cucut dapat dimanfaatkan, mulai dari sirip dan minyak hati sampai daging, tulang, kulit dan mata.

Tingkat pemanfaatan dan pengembangan perikanan cucut di Indonesia belum dapat diketahui secara pasti, hal ini dikarenakan data dan informasi mengenai cucut masih sangat kurang baik mengenai biologi dan potensi maupun distribusi kelimpahannya. Hal ini dikarenakan penangkapan cucut di Indonesia umumnya masih merupakan penangkapan tradisional dan hasilnya masih sebagai hasil tangkapan sampingan (by catch) dari upaya penangkapan tuna sehingga pencatatan data penangkapan belum dilakukan dengan baik.

Dewasa ini, perkembangan perdagangan cucut dunia telah memacu meningkatnya pemanfaatan sumberdaya cucut di beberapa negara produsen termasuk Indonesia. Hal ini telah diantisipasi adanya penurunan populasi apabila terjadi penangkapan berlebih, oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik agar dapat menjaga kelestarian dan kesinambungan sumberdayanya.

Tulisan ini menyajikan sebagian hasil penelitian sumberdaya cucut yang merupakan langkah awal penelitian sumberdaya cucut di Indonesia. Data dan Informasi yang menjadi ilustrasi dalam tulisan ini menyajikan data penelitian dari daerah Pelabuhan Ratu, dan Binuangeun, Jawa Barat yang juga merupakan komponen-komponen pengelolaan sumberdaya perikanan yang dapat menjadi bahan masukan bagi pengelolaan sumberdaya cucut.di perairan Indonesia.

II. BAHAN DAN METODE
Bahan tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu dua tahun (2000-2001). Lokasi penelitian di Palabuhanratu dan Binuangeun, pantai selatan Jawa Barat.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan wawancara dengan penarikan contoh secara acak. Sampel dikumpulkan dari tempat pendaratan ikan (TPI/PPI) dan di atas kapal nelayan.

Identifikasi dan determinasi jenis (ordo, famili, genus dan spesies) menggunakan buku-buku Panduan Identifikasi dari Compagno (1984); Saintbury, Kailola dan Leyland (1985); Gloerfelt-Tarp dan Kailola (1984); Last dan Stevens (1994). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan panjang berat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Biodiversitas jenis
Pelabuhanratu (Jawa Barat) merupakan salah satu daerah produsen cucut di terbesar di pantai selatan Pulau Jawa. Keanekaragaman jenisnya cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya seperti Cilacap (Jawa Tengah) dan Prigi (Jawa Timur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Palabuhanratu terdapat 28 spesies (12 famili), sedangkan di Cilacap dan Prigi masing-masing 30 spesies dan 5 spesies. Dibandingkan dengan hasil temuan Gloerfelt–Tarp dan Kailola (1984), di perairan selatan Indonesia dan barat laut Australia yang menghasilkan 73 spesies dari 8 famili, maka biodiversitas cucut di Palabuhanratu lebih tinggi. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sainsbury, Kaiola dan Leiland (1985) menunjukkan 30 spesies cucut yang terdapat di perairan bagian barat Australia. Ahmad (1998) mengemukakan bahwa di perairan Malaysia telah ditemukan 48 spesies cucut dari 12 famili. Jenis cucut yang mempunyai spesies terbanyak adalah famili Carcharhinidae. Jenis cucut ini di Palabuhanratu ada 19 spesies, sedangkan di perairan Australia ada 29 spesies (Tarp dan Kailola, 1984).

Dari seluruh spesies hasil pengamatan terdapat 10 spesies dominan yaitu : Odontaspis ferox, Carcharhinus amblyrhynchos, Sphyrna lewini, C. sorrah, Centrophorus moluccensis, C. hemiodon, Alopias pelagicus, Sphyrna Zygaena, C. plumbeus, C. brevipinna. Nelayan setempat telah menggunakan nama lokal bagi beberapa spesies yang sudah diketahui.

2. Sebaran ukuran panjang berat
Beberapa spesies cucut di Palabuhanratu telah diketahui hubungan panjang beratnya (Wiewiet An Pralampita dan Umi Chodriyah, 2000), diantaranya adalah Carcharhinus hemiodon , Y = 0.0389X2.5911 (n= 43, r = 0.8655) ; Alopias pelagicus, Y = 0.4626X2.0519 (n = 27, r = 0.6557) dan Sphyrna lewini, Y = 0.0765X2.4627 (n=100, r= 0.7511).

3. Aspek Penangkapan
Alat tangkap dominan yang digunakan untuk menangkap jenis ikan cucut meliputi : Jaring insang hanyut dan Pancing rawai (perawe-long-liner) .

3.1. a. Jaring Insang Hanyut.
Jaring insang hanyut biasa menangkap cucut sebenarnya adalah jaring insang hanyut yang ditunjukkan untuk penangkapan tuna dan cakalang. Alat ini dipakai nelayan Palabuhanratu, Binuangeun, Cilacap dan Prigi. Hasil pengamatan menunjukan bahwa deskripsi umum jaring tersebut adalah sebagai berikut : panjang jaring umumnya sekitar 45 m per pis (tinting). Badan jaring terbuat dari bahan nylon multifilamen dengan ukuran benang d/9 hingga d/21 dan ukuran mata jaring 114,3 – 139,7 mm (4,5 – 5,5 inci). Koifisien peningkatan (hanging ratio) 0,55. Karena ukuran ikan cucut yang umumnya sangat besar dibanding ukuran mata jaring, maka umumnya cucut tertangkap secara terpuntal.
Dalam pengoperasian jaring insang hanyut digunakan kapal berukuran 15 – 30 GT dengan motor penggerak berkekuatan 60-180 HP. Jumlah awak kapal sekitar 10 - 13 orang. Hasil tangkapan ditempatkan dalam palkah dengan es sebagai bahan pengawet. Jumlah jaring yang dioperasikan antara 40 - 60 pis.
Daerah penangkapan nelayan biasanya ke arah barat, yaitu di sekitar perairan P. Tinjil, P. Deli, P. Panaitan, Ujung Kulon dan Krakatau sampai kep. Nias. Jumlah hari di laut biasanya 10 – 20 hari dengan jumlah tawur 8-18 kali setiap trip.
Jumlah hasil tangkapan rata-rata 17 – 40 okor per trip. Jenis Cucut yang tertangkap oleh jaring insang hanyut didominasi oleh jenis cucut monyet (Alopiidae), cucut monyet (Alopias pelagicus), cucut lutung (Alopias supeciliosus ); cucut lanjam (Odontaspis ferox); cucut caping (Sphyrna lewini Carcharhinidae), yang dominanasi oleh cucut aron (C. amblyrhynchos ) dan lanjaman ().

a. Pancing Rawai.

Pancing rawai yang dimaksud adalah pancing rawai khusus untuk menangkap cucut. Terdapat dua jenis pancing rawai cucut ditemui selama penelitian yaitu pancing rawai cucut dasar dan permukaan (hanyut). Pancing rawai dasar khusus ditujukan untuk menangkap cucut botol (famili Squalidae) dan pancing rawai permukaan ditujukan khusus menangkap jenis – jenis cucut yang berada di lapisan tengah hingga permukaan air misalnya cucut Alopias supeciliosus. Pancing rawai cucut botol digunakan nelayan di Palabuhanratu, Binuangeun dan Cilacap, namun saat ini nelayan sudah jarang mengoperasikannya karena tidak menguntungkan lagi.
Pancing rawai cucut permukaan (hanyut) saat ini terutama dipakai nelayan Tanjung Luar, Binuangeun dan Cilacap. Alat ini biasanya dioperasikan bergantian dengan alat tangkap jaring insang hanyut. Sedangkan di Palabuhanratu alat tangkap pancing dan jaring insang hanyut dioperaasikan secara bersamaan dengan cara digandeng (seri).

Kapal yang digunakan untuk pengoperasian pancing rawai hanyut cucut sama dengan menggunakan kapal untuk pengoperasian jaring insang hanyut. Kapal yang digunakan 7 - 10 GT dengan mesin penggerak 30 – 60 HP. Kapal ini menggunakan es sebagai bahan pengawet hasil tangkapannya. Jumlah anak buah kapal 4 - 5 orang jumlah mata pancing yang dioperasikan 200 – 500 buah. Daerah penangkapan sama dengan daerah penangkapan jaring insang hanyut. Lama operasi 8 – 20 hari, jumlah tawur 5 – 16 kali per trip. Umpan yang digunakan adalah ikan kembung, daging tuna, daging ikan layaran dan daging setuhuk. Cara memperoleh umpan adalah dengan cara menangkap dengan menggunakan jaring insang hanyut sebelum pancing dioperasikan.

Jumlah hasil tangkapan pancing nelayan Palabuhanratu dan Binuangeun rata – rata 6 ekor per trip. Jika tiap trip pancing dioperasikan banyak rata – rata 7 kali dengan jumlah pancing 250 buah, maka laju pancing (hook rate) adalah 0.34. lebih kecil dibandingan dengan di Tanjung Luar, bahwa dari 96 kapal cucut yang mendarat September – Oktober 2000, rata-ratra laju pancingnya 0,41 dan spesies cucut yang tertangkap didominasi oleh cucut kejen (Carcharhinus hemiodon), cutu karet (Prionance glauca), cucut eho (C. amboinensis) dan cucut bengkoh (Sphyrna lewini).

3.2. Perkembangan hasil tangkapan
Penangkapan cucut dapat dilakukan sepanjang tahun, variasi hasil tangkapan tahunan dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil tangkapan tahunan berfluktuasi naik turun, yang tertinggi diperoleh pada tahun 1998 (159.59 ton) dan yang terendah pada tahun 1997 (29.23 ton). Dilihat dari hasil tangkapan bulanan rata-rata selama 8 (delapan) tahun, diketahui bahwa hasil tangkapan tinggi (lebih dari 5 ton) terjadi pada bulan-bulan Februari, Maret, Mei, April, Juni, Juli, Agustus, September dan Oktober.

IV. KEGIATAN PENGANAN DAN PENGOLAHAN IKAN CUCUT
Di TPI pelabuhan ratu , kegiatan perekomonian warga berlangsung seirirg dengan mulai berlangsungnya pendaratan kapal-kapal penangkapan ikan yang sudah mulai sejak dini hari (sekitar pk.5.30-11.00 sinag tiap harinya. Ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan ikan di tempat pelelangan ikan (TPI)merupakan modal dasar bagi berlangsungnya kegiatan penanganan hasil tangkapan yang didaratkan disana.

A. PENANGANAN IKAN CUCUT
Secepat kaapal nelayan merapat dermaga ikan , buruh –buruh darat segera menyongsong kapal dan langsung bekerja memindahkan sambil memilah-milah /menyortir jenis-jenis tangkapan ke dalam keranjang-keranjang ikan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk jenis ikan cucut berukuran besar (lebih dari 100 kg/ekor)ditimbang dulu baru dikumpulkan di ssuatu tempat, menanti penanganan selanjutnya oleh pimilik ikan tersebut . tidak setiap jenis ikan cucut akan selalu di olah dilokasi TPI , walaupun pada dasarny dapat dikatakan hampir semua bagian dari ikan cucut ini sudah mungkin diolah untuk berbagai kepentingan yang berguna bagi kelangsung hidup manusia,baik untuk bahan pangan mmaupun yang digunakan untuk bahan baku obat2an.
Komoditas cucut ang didaratkan di TPI pelabuhan ratu tergolong ukuran besar , bberkisar antara 30 kg – 50 kg/ekornya. Setelah ditimbang , kepala iakan cucut langsung dipotong dan dijual ditempat. Dari setiap kepla ikan cucut ,akan dipotomg-potong menjadi ukuran kecil-kecil (lihat gambar )kkemudian dari potongan yang ada di tumpuk-tumpuk menjadi tumpukan kecil2. tiap tumpukan potongan kepala cucut berjumlah antara 8-10 potong.dari tiap kepala ikan pari dapat dijadikan antara 10-15 tumpukan. Penjualan tumpukan kepala ikan cucut dilakukan di tempat. Pembeli/konsumen dari iken cucut ini , adalah pengolag ikan asingskala kecil yang berdomisil di desa sekitar pelabuhan ratu.

B.KEGIATAN PENGOLAHAN IKAN

Komoditas perikanan dikenal sebagai bahan pangan yang tergolong mudah ddan cepat mengalami penurunan mutu (parishable food). Hal ini sebagai salah satu alasan bahwa penangan ikan cucut dan ikan2 lainnya langsung dilaksanakan secepat mungkin oleh para pekerja perikanan dimasing-masing TPI. Secara teknis,kegiatan penangan dan pengolahan produk-produk perikanan harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan mutu produk. Hal ini merupakan syarat utama yang harus diperhatiakan oleh parapeelaku pengilahan ikan.

Usaha pengolahan ikan di pelabuhan ratu , dilaksanakan dengan beberapa cara sbb:
a. cara sangat sederhana, baik teknologi maupun pengetahuan pengolhan
dan peralatan penunjang yang digunakan .
b. cara yang sudah maju, dengan menggunkan tenaga mesin(a.1:mesin
penghancur bumbu, mesin penyortir).

Dari hasil pengamatan ketempat 2 pengolahna ikan cucut dan ikan pari di desa cipatuguran , dapat dikatakan bahwa kegiatan penanganan ikan dan kegiatan pengolahan produk sebagian besar masih dengan cara sederhana / bersifat tradisional. Untuk menghasilkan ikan pari/ ikan cucut asin misalnya, kegiatan tradisional yang umum dilakukan aadala :penggaraman , perebusan dan pengeringan /penjemuran dibawah treik matahari..

Adanya jamina kebersihan dan keamana mutu haasil ikan olahan merupakan hak konsumen. (Menurut Prehati,No.2001)adanya jamina kualitas (quality assurance)produk adalah hak yang harus didapatkan konsumen. Hak konsumen ini tertera dalam UU perlindungan konsumen (UUPK)N0.8 tahun 1999 pasal 4 ayat 1, yang menegaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa , juga hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Adnya hak konsumen ini harus dipahamibetul oleh para pelaku usaha ikan olahan , baik yang akan diolah dalaam keadaan segar/beku,maupun diolah menjadi beragam jenis produk olahan yang dikehendaki.

V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Sumberdaya cucut di Palabuhanratu cukup potensial, hasil identifikasi dan determinasi jenis menunjukkan 28 spesies dari 13 Famili, yang merupakan sebagian besar jenis-jenis cucut yang tertangkap di wilayah perairan Samudera Indonesia (selatan Jawa, Bali dan Lombok) yaitu 50 spesies dari 13 Famili (BPPL, 2000). Hasil temuan ini dapat menambah inventarisasi sumberdaya perikanan dan khasanah ilmu pengetahuan.
2. Perkembangan hasil tangkap masih berfluktuasi dan pada akhir-akhir ini, sampai dengan tahun 2000 masih menunjukkan kecenderungan naik kembali walaupun pada tahun 1997 terjadi penurunan hasil tangkapan yang sangat rendah pada tahun 1997 dan kemudian terjadi kenaikan yang sangat drastis pada tahun 1998. Gejala ini sangat menarik karena merupakan peluang sekaligus tantangan bagi manajemen perikanan cucut.

DAFTAR PUSTAKA
Bonfil, R. 1994. Overview of World Elasmobranch Fisheries. FAO Fisheries Technical Paper 341. FAO, Rome.
Compagno, L.J.V. 1984. FAO Species Catalogue. Vol. 4, Sharks of the World Part I, Part II. FAO Fisheries Synopsis 125. FAO, Rome. 655 pp.
Last, P.R. and J.D. Stevens, 1994. Sharks and Rays of Australia Fisheries Research and Development Corporation.
Sainsbury, K.J., P.J. Kailola and G.G. Leyland. 1985. Continental Shelf Fishes of Northern and North-Western Australia, An Illustrated Guide. CSIRO Division of Fisheries Research, Australia. 11-41.
Tarp, T.G. and P.J. Kailola. 1982. Trawl Fishes of Southern Indonesia and Northwestern Australia. ADAB-DGF-GTZ, Singapore. 406 pp.

No comments: