Indonesia mulai menjajaki ekspor perikanan ke Timur Tengah dan Eropa Timur untuk meningkatkan nilai ekspor produk perikanan.
"Sekarang ini kita mencoba menjajaki peluang ekspor perikanan ke Timur Tengah dan Eropa Timur. Kedua negara tersebut merupakan pasar baru yang belum pernah dimasuki secara serius," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Martani Huseini, di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, pasar di kedua kawasan tersebut cukup menjanjikan mengingat negara-negara di kawasan tersebut merupakan negara kaya.
"Permintaan ada dari Eropa Timur, mulai dari Rusia, Polandia, dan Syria. Tentara mereka meminta tuna impor dalam bentuk beku, bisa dibayangkan berapa besar kebutuhannya, ini peluang untuk Indonesia," ujarnya.
Sedangkan pasar ekspor lainnya yang sedang dijajaki, menurut Martani, adalah Timur Tengah. Selama ini kebutuhan ikan negara Timur Tengah baru dipasok dari Thailand, China dan Vietnam, padahal China pun mengimpor dari Indonesia.
"Bulan November rencananya kita akan ke Timur Tengah untuk
menindaklanjuti peluang yang ada. Pasar di sana nilainya mencapai 40 juta dolar AS per tahun, tidak terlalu besar memang tapi pasar ini sangat mungkin berkembang mengingat perkembangan Timur Tengah sangat pesat," katanya.
Berbagai produk perikanan yang diekspor antara lain ikan laut maupun air tawar berupa filet maupun dalam bentuk utuh, ujar dia. Ikan yang ekspor mulai dari tuna, udang, nila, hingga patin.
Sementara itu, Direktur Pemasaran Luar Negeri, Saut P Hutagalung mengatakan, pasar Timur Tengah lebih kecil jika dibanding pasar China yang mencapai 65 juta AS dolar. Pasar Timur Tengah yang hampir separuhnya diperuntukan untuk Arab Saudi mencapai 18 juta dolar, sisanya untuk Yordania mencapai 15 juta dolar dan Mesir mencapai tujuh juta dolar.
"Untuk saat ini baru MoU dengan Mesir yang hampir siap, sedangkan untuk Arab Saudi masih harus melalui penjajakan. Dan untuk Yordania sama sekali belum dicoba pembicaraan antara dua negara," katanya.
Menurut dia, selama ini kendala dalam melakukan ekspor perikanan ke Timur Tengah karena pihak Indonesia belum mengenal dengan baik pasar tersebut. Jika dilihat secara politis, hubungan Indonesia dan negara-negara di Timur Tengah memang tidak ada masalah, tetapi dalam kaitan dengan dunia ekonomi masih perlu pembelajaran.
"Tarif bea masuk di sana tinggi memang, 20 hingga 40 persen. Tapi tidak masalahkan karena negara lain juga dapat membayar sebesar itu," ujarnya.
Justru yang menjadi masalah, menurut dia, adalah belum adanya sertifikat halal untuk produk perikanan Indonesia, sedangkan Filipina telah memilikinya. Pembahasan sertifikasi halal telah dibicarakan dengan MUI, tetapi terhambat dengan adanya RUU Label Halal.
"Hal lain yang diperlukan dalam hal ini MoU Perdagangan antar negara. Ini sangat penting sebagai payung hukum, kita sudah ada MoU dengan Iran, menyusul Mesir dalam waktu dekat," katanya.(*)Jakarta, (ANTARA News)
No comments:
Post a Comment