Selasa, 13 Mei 2008 | 20:16 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP)berencana memangkas pungutan hasil perikanan bagi nelayan. Rencana pemangkasan pungutan ini sebagai langkah untuk membantu meringankan beban nelayan menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 142 Tahun 2000 besaran pungutan yang berlaku saat ini adalah 2,5 persen. Pungutan ini ditetapkan berdasarkan rumusan 2,5 persen dikalikan produktivitas dikalikan Harga Patokan Ikan. "Salah satu dari mekanisme yang kami usulkan adalah pemotongan pungutan ini," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Ali Supardan kepada Tempo, Selasa (13/5).
Ali mengaku belum dapat mengumumkan besaran pemotongan itu. Hal ini karena dalam menentukan potongan itu harus dikalkulasikan berapa kenaikan harga bahan bakar minyak. "Banyak kalkulasinya, sekarang saja belum pasti bahan bakar naik berapa persen," ujarnya.
Selain pemotongan pungutan hasil perikanan, pihaknya saat ini juga sedang menyiapkan opsi untuk mensubsidi solar bagi nelayan kecil. Sehingga nelayan bisa membeli solar tetap dengan harga sekarang yaitu Rp 4.300 per liter.
Ketika ditanya tentang permintaan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang menuntut pemerintah mensubsidi solar khusus untuk nelayan sebesar Rp 3.000 per liter, Ali mengatakan keberatan. "Kalau harus subsidi dengan harga yang menjadi lebih rendah dari sekarang itu sulit," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua HNSI, Jussuf Cholihin mengatakan penurunan pungutan hasil perikanan tidak akan berdampak signifikan untuk membantu nelayan dari dampak kenaikan bahan bakar. "Pungutan itu sebesar 2,5 persen okelah," kata dia.
Jussuf menambahkan bahwa yang seharusnya diperhatikan pemerintah adalah bagaimana cara nelayan kecil mendapatkan solar untuk melaut. Ini karena sekitar 50-60 persen biaya operasional sekali melaut terserap untuk pembelian solar. (ARTI EKAWATI)
No comments:
Post a Comment