a. Isu Kerusakan Ekosistem
Kerusakan ekosistem yang sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas sumber daya kelautan meliputi: ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove, padang lamun dan estuaria, serta ekosistem budidaya laut. Kondisi terumbu karang saat ini mencapai kerusakan rata-rata 40% dengan rincian : rusak berat 40,14%, rusak sedang 29,22%, dan baik 6,41-24,23%. Di Indonesia Barat kondisi memuaskan tinggal 3,93%, di Indonesia Tengah tinggal 7,09%, sedangkan di Indonesia Timur kondisi memuaskan tinggal 9,80%.
Degradasi ekosistem mangrove juga saat ini terjadi, dimana luasan mangrove dari 4 juta hektar menjadi sekitar 2,5 juta hektar pada periode 1982-1993. Kerusakan ini terjadi akibat konversi kawasan mangrove menjadi lahan tambak, pemukiman, industri, dan lain sebagainya.
Permasalahan kerusakan ekosistem juga terjadi akibat terjadi pemanfaatan sumberdaya ikan yang berlebih (overfishing) di beberapa wilayah perairan Indonesia. Masalah tersebut berdampak pada ketidakberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Kerusakan ekosistem juga terjadi akibat pencemaran ekosistem laut yang bersumber dari dampak kegiatan-kegiatan manusia di darat dan di laut dan berakibat pada penurunan kualitas dan daya dukung ekosistem laut. Kegiatan manusia di laut yang dapat mencemari ekosistem laut diantaranya kegiatan perkapalan dengan arus transportasi lautnya, kegiatan pertambangan, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, wisata pantai, dan lain sebagainya. Sedangkan kegiatan manusia di darat yang mencemari ekosistem laut diantaranya adalah kegiatan pertanian, pemukiman, industri, kegiatan pertambangan, dan lain-lain.
b. Isu Sosial Ekonomi
Laut sebagai media kontak sosial dan budaya memberikan gambaran kepada kita bahwa dengan terbukanya akses perhubungan di laut akan terjadi kemudahan interaksi secara sosial antar daerah bahkan antar negara. Kemudian interaksi tersebut dapat berimplikasi positif dan dapat juga sebaliknya yang menjadikan akses tindakan criminal seperti illegal logging, perompakan, pencurian sumberdaya, perdagangan illegal dan perdagangan manusia.
Selain itu, masalah ekonomi yang terjadi adalah kemiskinan nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya di laut. Kemiskinan nelayan ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya laut dan potensi-potensi pendukungnya belum dimanfaatkan secara optimal dan bijaksana.
c. Isu Hukum dan Kelembagaan
Isu hukum yang terjadi baik di level nasional maupun daerah antar sektor berkaitan dengan penanganan pengendalian sumberdaya seperti pengawasan, MCS, pengendalian pencemaran lingkungan laut. Beberapa instansi sudah memiliki peraturan mengenai penanganan ini, sedangkan beberapa instansi yang lain belum ada dan masih mengacu pada peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian LH yang masih bersifat umum dan tidak mengatur secara teknis mengenai aktivitas kegiatan yang merupakan instansi teknis. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, perkapalan dan kepelabuhan serta pariwisata pantai dan laut memerlukan peraturan perundangan detail dan teknis dari masing-masing instansi tersebut.
Isu kelembagaan berkaitan dengan permasalahan koordinasi baik secara horizontal maupun vertical. Koordinasi secara horizontal dimana implementasi koordinasi yang terjadi pada instansi horizontal seperti antar instansi teknis dalam satu level pemerintahan yang masing-masing masih terdapat perbedaan persepsi dan pelaksanaan dalam pengelolaan kelautan. Koordinasi secara vertical dimana implementasi koordinasi yang terjadi pada instansi vertical yaitu pusat, propinsi dan kabupaten/kota yang dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dapat diimplementasikan sebagaimana diamanatkan UU No.32/2004.
d. Isu Pemanfaatan Ruang
Laut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, misalnya area perikanan, pertambangan, jalur transportasi, jalur kabel komunikasi dan pipa bawah air, wisata bahari dan area konservasi. Artinya laut sebagai ruang dimungkinkan adanya terdapat beberapa jenis pola pemanfaatan dalam satu ruang yang sama. Konflik pemanfaatan ruang dapat saja terjadi apabila penetapan pola-pola pemanfaatan pada ruang yang sama atau berdekatan saling memberikan dampak yang negatif.
Ketidakselarasannya peraturan atau produk hokum dalam pola-pola pemanfaatan laut antar sektor dapat meningkatkan kerentanan konflik kepentingan. Selain itu, kepentingan pemerintah daerah saat ini yang diberikan kewenangan untuk mengelola wilayah lautnya masing-masing banyak disalah tafsirkan, sehingga laut dianggap milik sendiri dan tidak boleh dimanfaatkan oleh orang lain atau pemanfaatan sumberdaya laut dilakukan hanya sekedar untuk menambah devisa tanpa melihat berbagai aspek keberlanjutannya.
No comments:
Post a Comment