Thursday, June 19, 2008

Lanjutan..... Perkembangan Pengelolaan Berbasis Masyarakat di Nias Selatan




Beberapa hal mengenai perkembangan CBM pada asistensi dan pembinaan di lokasi adalah sebagai berikut :

1. MPA diperlukan untuk memberikan peluang usaha baru bagi masyarakat khususnya yang terkena akibat pengelolaan terumbu karang. Kegiatan usaha budidaya laut dapat dijadikan sebagai mata pencaharian alternative dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan yang tadinya bermatapencaharian menangkap ikan yang dianggap bisa mengakibatkan tekanan pada ekosistem terumbu karang.

2. Kelompok yang dilibatkan dalam kegiatan pengembangan mata pencaharian alternative melalui budidaya laut adalah kelompok masyarakat anggota Lembaga Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK). Dalam satu desa dibentuk sati LPSTK, dengan pendanaan dari Coremap melalui community contract dengan pendanaan kegiatan maksimal sekitar 90 juta atau dibawah 10 ribu dolar Amerika.

3. Kawasan potensial pengembangan usaha budidaya laut di Nias Selatan umumnya berada di wilayah kepulauan Batu (Telo dan Hibala), sedangkan di wilayah daratan Nias dilakukan usaha ternak ayam broiler dan budidaya kepiting.

4. Usaha ternak ayam broiler yang dilakukan di Desa Botohilitano Kecamatan Teluk Dalam, dikerjakan oleh 2 kelompok gender. 1 kelompok gender terdiri dari 33 orang. Ayam yang diternak sebanyak 600 ekor disimpan dalam 2 kandang lengkap. Pertumbuhan ternak ayam yang dilakukan cukup berhasil, terlihat dari kondisi ayam yang berkembang secara normal dan hanya 7 ekor saja yang mati. Keberhasilan usaha yang dilakukan tidak terlepas dari bibit yang unggul berasal dari DOC Popkhan, pemberian pakan dan obat-obatan secara rutin, penanganan kebersihan yang baik, dan pemberian pelatihan usaha sebelum dimulai. Selain itu juga karena asistensi yang berkelanjutan oleh FMES yang terus memantau kondisi usaha tersebut.

5. Usaha budidaya kepiting dilakukan di daerah sekitar mangrove, dengan cara memagari bambu pada aliran air disekitarnya. Pemilihan lokasi yang baik diharapkan dapat menghasilkan perkembangan kepiting yang bagus. Bibit kepiting yang ditebar sebanyak 2.500 ekor dibagi menjadi 2 kolam. Pakan yang diberikan secara rutin adalah ikan rucah, ayam mati yang telah dibakar dan lain-lain.

6. Pembuatan prasarana sosial yang sudah dibangun di Desa Botohili tano yang merupakan satu-satunya desa yang berada di daratan pulau Nias adalah pondok informasi, sarana air bersih dan jalan. Sarana tersebut diupayakan untuk dioptimalkan sesuai dengan peruntukkannya.

7. Keterlambatan mobilisasi NGO Fasilitator menyebabkan kurang intensifnya proses validasi RTPK dan pembuatan RPTK, pembuatan DPL, persiapan kontrak masyarakat (community contract) dan pelaksanaan MPA.

Penentuan Kawasan Konservasi Laut



Dalam rangka upaya konservasi sumberdaya alam pesisir dan lautan bagi kepentingan kebudayaan, pelestarian plasma nutfah, rekreasi serta pembangunan pada umumnya, maka perlu penetapan perwakilan tipe ekosistem pesisir dan laut atau perairan lainnya sebagai Cagar Alam Laut, Suaka Alam Laut, Taman Wisata Laut dan Taman Nasional Laut yang dalam penetapannya didasarkan pada kriteria peruntukan yang sesuai berdasarkan keanekaragaman kandungan jenis-jenis flora dan fauna serta tipe ekosistem dan sifat-sifat khusus lainnya.

Dalam penentuan kawasan konservasi laut yang telah ada, baik yang telah ditetapkan berdasarkan surat keputusan ataupun dasar hukum lain, perlu disesuaikan kembali dengan sifat, kondisi serta nilai penting sebagai kawasan konservasi pada masa sekarang. Untuk itu, dalam rangka program pengembangan kawasan konservasi laut di Indonesia, dipandang perlu untuk menetapkan kriteria dan penentuan nilai kawasan konservasi laut.

Kawasan konservasi yang dimaksud adalah suatu kawasan di pesisir dan laut yang mencakup daerah intertidal, subtidal dan kolom air di atasnya, dengan beragam flora dan fauna yang beasosiasi didalamnya memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya.

Kawasan konservasi di pesisir dan laut memiliki peran utama sebagai berikut : (1) melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem; (2) meningkatkan hasil perikanan; (3) menyediakan tempat rekresi dan pariwisata; (4) memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem; dan (5) memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir.

Sasaran utama penetapan kawasan konservasi di pesisir dan laut adalah untuk mengkonservasi ekosistem dan sumberdaya alam, agar proses-proses ekologis di suatu ekosistem dapat terus berlangsung dan tetap dipertahankan produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan manusia secara berkelanjutan.

Tujuan penetapan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan laut adalah untuk: (1) melindungi habitat-habitat kritis, (2) Mempertahankan keanekaragaman hayati, (3) mengkonservasi sumberdaya ikan, (4) melindungi garis pantai, (5) melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan budaya, (6) menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata alam, (7) merekolonisasi daerah-daerah yang tereksploitasi, dan (8) mempromosikan pembangunan kelautan berkelanjutan.

Rencana pengalokasian kawasan konservasi, memerlukan sedikitnya 4 (empat) tahapan dalam proses pemilihan lokasi, yaitu :

1. Identifikasi habitat dan lingkungan kritis; distribusi sumberdaya ikan ekologis dan ekonomis penting.

2. Teliti tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber-sumber degradasi di kawasan; petakan konflik pemanfaatan sumberdaya, berbagai ancaman langsung (over eksploitasi) dan tidak langsung (pencemaran) terhadap ekosistem dan sumberdaya.

3. Tentukan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi.

4. Kajian kelayakan suatu kawasan perioritas yang dapat dijadikan konservasi, berdasarkan proses perencanaan lokasi.

Penentuan ukuran kawasan konservasi, secara umum terdapat 2 (dua) kategori, yaitu (1) kategori disagregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil). Kawasan ini dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda, serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana, dan (2) kategori agregasi (sekelompok kawasan konservasi yang berukuran besar). Kawasan ini menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan.

Secara umum zona-zona di suatu kawasan konservasi dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) zona, yaitu : zona inti (zona perlindungan), zona penyangga dan zona pemanfaatan. Pembagian zonasi tersebut bertujuan untuk membatasi tipe-tipe habitat penting untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan konservasi sumberdaya ekonomi.

Identifikasi dan pemilihan lokasi potensial untuk kawasan konservasi di wilayah pesisir dan laut menuntu penerapan kriteria, agar dalam mengidentifikasi dan memilih lokasi perlindungan dapat dilakukan secara obyektif, secara mendasar terdiri atas 3 (tiga) kelompok : (1) kriteria ekologis, (2) kriteria sosial, dan (3) kriteria ekonomi.

1. Kriteria Ekologis.

Nilai suatu ekosistem dan spesies biota di wilayah pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut : (1) keanekaragaman hayati : didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem, habitat, komunitas dan jenis biota, (2) kealamian : didasarkan pada tingkat degradasi, (3) ketergantungan : didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung dilokasi, (4) keterwakilan : didasarkan pada tingkat dimana lokasi mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologis, ciri geologis atau karakteristik alam lainnya, (5) keunikan : didasarkan pada keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah, (6) integritas : didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupakan suatu unit fungsional dari entitas ekologis, (7) produktivitas : didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di lokasi memberikan manfaat atau keuntungan bagi biota atau manusia, (8) kerentanan : didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi baik oleh pengaruh alam atau akibat aktivitas manusia.

2. Kriteria Sosial.

Manfaat sosial dan budaya pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut : (1) penerimaan sosial : didasarkan pada tingkat dukungan masyarakat, (2) kesehatan masyarakat : didasarkan pada keberadaan kawasan konservasi dapat membantu mengurangi pencemaran atau penyakit yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat, (3) relokasi : didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat digunakan untuk rekreasi bagi penduduk sekitar, (4) budaya : didasarkan pada nilai sejarah, agama, seni atau nilai budaya lain di lokasi, (5) estetika : didasarkan pada nilai keindahan dari lokasi, (6) konflik kepentingan : didasarkan pada tingkat dimana kawasan konservasi dapat berpengaruh pada aktivitas masyarakat lokal, (7) keamanan : didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi manusia karena adanya arus kuat, ombak besar dan hambatan lainnya, (8) aksesibilitas : didasarkan pada kemudahan mencapai lokasi, (9) kepedulian masyarakat : didasarkan pada tingkat dimana monitoring, penelitian, pendidikan atau pelatihan dapat berkontribuasi pada pengetahuan aspirasi nilai-nilai lingkungan dan tujuan konservasi, dan (10) konflik dan kompatibilitas ; didasarkan pada tingkat dimana lokasi dapat membantu menyelesaikan konflik antara kepentingan sumberdaya alam dan aktivitas manusia.

3. Kriteria Ekonomi.

Manfaat ekonomi wilayah pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut : (1) spesies penting : didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial tergantung pada lokasi, (2) kepentingan perikanan : didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan, (3) bentuk ancaman : didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia, (4) manfaat ekonomi : didasarkan pada tingkat dimana perlindungan lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang, (5) pariwisata : didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk pengembangan parawisata.

4. Kriteria Regional.

Kontribusi kawasan kepada jaringan kawasan pelestarian di wilayah : (1) peran penting dalam skala regional. Tingkat representasi kawasan dalam mencerminkan karakteristik wilayah (region) tersebut; (2) peran penting dalam skala subregional. Tingkat kepentingan kawasan dalam jaringan kawasan pelestarian. (3) kesadar-tahuan (Awareness). Tingkat kontribusi kawasan kepada pemantauan, penelitian, pendidikan, dan pelatihan sehingga terjadi peningkatan pengetahuan akan nilai regional; (4) Kinflik dan kompatibilitas. Kawasan yang dapat digunakan sebagai sarana resolusi konflik atau nilai sumberdaya alam dan kegiatan manusia.

5. Kriteria Pragmatis.

Yaitu kriteria kelayakan dan ketepatan waktu perlindungan yang padat diukur dengan jalan : (1) Kajian tingkat ke”gawat”an (urgency); (2) Kajian ukuran, berapa dan bagaimana beragam habitat dapat dimasukkan kedalam suatu kawasan perlindungan; (3) Kajian tingkat ancaman, yang ada dan potensi ancaman dari ekploitasi langsung dan kegiatan pembangunan; (4) Kajian efektifitas, kemungkinan/kelayakan pelaksanaan program pengelolaan; (5) Kajian mengenai kemungkinan replikasi atau perluasan; (6) Kajian ketersediaan, dimana suatu wilayah dapat diakuisisi bagi alokasi kawasan pelestarian, berkaitan dengan kepemilikan lahan; (7) kajian potensi perbaruan atau perbaikan, dimana suatu wilayah memiliki atau tidak kemungkinan yang tinggi untuk dikembalikan ke kondisi awal.

Thursday, June 12, 2008

Identifikasi Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan Payau dan Air Tawar


Indonesia merupakan negara yang memiliki ekosistem lahan perairan payau dan air tawar yang luas yang didalamnya terkandung potensi keanekaragaman hayati, baik secara ekologis maupun ekonomis. Berdasarkan fungsi dan tatanan ekosistemnya, tipologi perairan payau dan air tawar di Indonesia secara garis besar meliputi perairan delta, hutan mangrove, rawa-rawa, sungai, dataran banjir, lebak-lebung dan muara sungai, danau, embung, situ, dan bendungan.

Sejalan dengan pembangunan yang berkelanjutan terutama terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan dan habitatnya, perlu dilakukan upaya pelestarian sumberdaya ikan dan habitatnya melalui pembentukan konservasi perairan. Bentuk kawasan konservasi perairan berdasarkan Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 adalah suaka perikanan (Pasal 7 ayat 1). Suaka perikanan didefinisikan sebagai kawasan perairan tertentu dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumberdaya ikan tertentu yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Upaya konservasi atau perlindungan yang dilakukan adalah dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan dan habitatnya untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan berkesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka pengembangan kawasan konservasi perairan di Indonesia merupakan kebutuhan yang sangat penting khususnya di wilayah perairan payau dan air tawar, agar pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan tersebut dapat lestari dan berkelanjutan. Kegiatan awal dalam rangka pengembangan kawasan konservasi perairan payau dan air tawar ini adalah dengan melakukan kegiatan identifikasi potensi sumberdaya ikan dan habitatnya, khususnya di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Jambi untuk menggali potensi dan permasalahan secara umum berdasarkan data dan informasi yang dibutuhkan.

Pengembangan kawasan konservasi perairan yang dilakukan terhadap sumberdaya ikan dan habitatnya di wilayah perairan payau dan air tawar merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam rangka menjaga dan melestarikan potensi sumberdaya ikan dan habitatnya untuk mengurangi tingkat tekanan dan kegiatan pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya ikan dan habitatnya. Oleh karena itu, kegiatan identifikasi pengembangan kawasan konservasi perairan payau dan air tawar sebagai langkah awal dalam pengembangan kawasan konservasi ini dilakukan.

Dalam pemilihan lokasi kawasan konservasi perairan payau dan air tawar prioritas yang dikembangkan perlu dilakukan secara seksama berdasarkan pola pengembangan perikanan secara berkelanjutan. Pengembangan perikanan berkelanjutan pada wilayah perairan payau dan tawar dilakukan dalam rangka menjaga kualitas ekosistemnya, tidak melebihi daya dukung lingkungannya dan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Lokasi yang lebih diharapkan adalah lokasi yang memiliki keunikan ekosistem serta keberadaan spesies langka dan endemik. Oleh karena itu, kriteria-kriteria pemilihan lokasi pengembangan KKP berdasarkan kajian awal wilayah perairan di dua provinsi ini, meliputi :

a. Sudah dijadikan sebagai daerah perlindungan atau suaka perikanan atau daerah lubuk larangan atau daerah lebak lebung berdasarkan surat keputusan atau peraturan daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat.

b. Memiliki luas yang memadai, yaitu lokasi perairan yang mampu mendukung kelestarian produksi perikanan dan dapat menyisihkan wilayah tertentu sebagai zona intinya;

c. Mempunyai kualitas perairan yang baik serta terhindar dari kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan perairan baik yang berasal dari limbah industry, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan akibat penggundulan hutan di wilayah hulu.

d. Memiliki fluktuasi kecukupan air yang memadai, sehingga volume air tetap terjaga agar kehidupan sumberdaya ikan dapat terus berlangsung.

e. Memiliki keunikan perairan tertentu yang berbeda dengan wilayah perairan lainnya, seperti berdasarkan bentuk memiliki atau berbentuk lebung, danau sungai mati, lubuk, teluk tertutup, dan lain-lain; berdasarkan tipe habitat yang tumbuh dan hidup di perairan.

f. Memiliki pola pemanfaatan sumberdaya ikan (penangkapan ikan) yang teratur atau diatur, sehingga potensi ikan dalam perairan tetap terjaga. Hal ini diindikasikan dengan pola pemanfaatan yang sudah dilakukan secara adat atau memiliki intensitas penangkapan ikan yang rendah.

g. Wilayah perairan berdekatan dengan daerah pemukiman yang dapat terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan dapat terpantau.

h. Wilayah perairan yang di dalamnya memiliki spesies lengka atau endemik yang harus dijaga kelestarinnya.

i. Memiliki dukungan masyarakat setempat dan instansi terkait di daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang 32 Tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan hak dan tanggungjawab pengelolaan di wilayahnya.


Wilayah Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan Payau dan Air Tawar Potensial di Kalimantan Tengah

Berdasarkan kriteria-kriteria pemilihan lokasi pengembangan kawasan konservasi perairan payau dan air tawar, maka wilayah kawasan konservasi perairan payau dan air tawar potensial yang dapat dikembangkan di Kalimantan Tengah meliputi :

a. Danau Sembuluh di Kabupaten Seruyan

Danau ini merupakan danau terbesar di Kalimantan Tengah dengan luas 7.832,5 ha dan memiliki panjang sejauh 35,68 km. Danau ini merupakan tempat bermuaranya sungai-sungai besar dan kecil seperti Kupang, Rungau, dan Ramania. Di sekitar danau yang luasnya mencapai 2.424 km2 ini terdapat beberapa desa, yaitu Sembuluh I, Sembuluh II, Bangkal dan Terawan. Untuk mencapai danau tersebut dari Palangkaraya, ibukota Kalimantan Tengah, dapat dicapai menggunakan kendaraan darat sejauh 240 km menuju Sampit, dan dari Sampit menuju Desa Bangkal sejauh 80 km. Dari Desa Bangkal, Danau Sembuluh bisa dicapai dengan kapal motor sekitar 20 menit.

Potensi yang dimiliki danau ini adalah memiliki pinggiran danau yang berpasir sehingga dapat dijadikan tempat berlabuh dan wisata, potensi perikanan yang tinggi, dan terdapat beberapa desa yang berada di pinggiran danau. Danau sembuluh yang luas ini juga meliputi beberapa danau kecil yang berupa perairan anak sungai yang berbentuk danau yang lebih kecil dengan aliran sungai yang kembali ke aliran utama dan atau aliran sungai mati. Jenis ikan yang terdapat di danau ini adalah ikan betutu, gabus-gabusan, jelawat, seluang, sepat, lais, baung, botia, toman, tabakang, dan tapah. Beberapa kegiatan yang dilakukan disekitar danau meliputi industry galangan kapal, perkebunan kopi dan karet, peternakan, serta perikanan tangkap dan budidaya keramba.

Masyarakat Sembuluh masih kuat memegang adat. Peran tokoh, ulama atau tetuha kampung untuk menyelesaikan permasalahan masih besar. Dalam memafaatkan sumberdaya alam, masyarakat memiliki kearifan–kearifan lokal yang sudah diterapkan secara turun temurun. Terutama dalam berladang atau behuma (berladang gilir balik) yang merupakan aktivitas kebanyakan penduduk di Kalimantan. Kegiatan berladang ini masih mengikuti ritual adat yang sesuai dengan semangat pelestarian alam. Masyarakat sekitar Danau Sembuluh secara turun-temurun mencari ikan di danau, yang merupakan danau terbesar di Kalimantan Tengah. Alat-alat tangkap yang digunakan umumnya adalah alat tangkap tradisional yang ramah lingkungan seperti rengge, tamba, tampirai, bubu (lukah), takalak, lunta, kalang, pancing, dan rempa.

a. Danau Lapimping di Kabupaten Kapuas

Danau ini terletak di Kecamatan Timpah Kabupaten Kapuas dan sudah ditetapkan sebagai daerah reservaat melalui SK Bupati KDH Tk.II Kapuas Nomor 04/EK/25/SK/1981. Luas danau ini sekitar 7,5 ha dan memiliki kedalaman rata-rata 6 meter. Danau ini merupakan aliran dari sungai Kapuas. Jenis ikan yang terdata diantarnya ikan betutu, gabus-gabusan, jelawat, seluang, sepat, lais, botia, toman, dan biawan. Upaya pemanfaatan yang ada adalah kegiatan penangkapan ikan yang diatur secara mandiri oleh masyarakat sekitar.



berlanjut.........

Wednesday, June 11, 2008

Danau Kelimutu, Flores

Pernahkah Anda melihat keindahan Danau Kelimutu yang terdiri dari tiga buah danau berdekatan yang berbeda warna (merah, hijau dan hitam)?
Berikut video dari samping yang terlihat dari atas danau...




Perkembangan Pengelolaan Berbasis Masyarakat di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara



Mengunjungi lokasi Coremap II (Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II) merupakan kenikmatan tersendiri yang tidak mudah dilupakan. Salah satu lokasi program adalah Kabupaten Tapanuli Tengah, dimana terdapat 3 desa di wilayah pesisir yang dibina yaitu Desa Sitardas, Jago-jago dan Tapian Nauli. Pada kesempatan ini hanya dua desa pertama yang dikunjungi.

Untuk mencapai dua desa tersebut, transportasi yang digunakan dalam perjalanan ini adalah perahu atau kapal berukuran kecil (5-10 GT) bermesin tempel Yamaha 15 PK dua buah. Menyusuri perairan pantai selama satu jam untuk mencapai lokasi sempat diabadikan dalam foto-foto kamera. Keindahan alam ciptaan-Nya teramat indah dipandang sehingga tidak terasa kapal sudah merapat di dermaga.

Kegiatan pertama setelah sampai di lokasi program pertama ini (Desa Sitardas) adalah mengumpulkan warga untuk menjaring informasi dan bertukar fikiran serta memberikan arahan pelaksanaan program. Diskusi yang dilakukan bersama Pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah, LSM/konsultan, penyuluh, LPSTK, dan Pokmas membahas berbagai hal mengenai perkembangan CBM (Community Based Management/ Pengelolaan Berbasis Masyarakat). Perkembangan kegiatan khususnya yang terkait dengan pembangunan dan pengelolaan prasarana sosial, peran kelembagaan LPSTK (Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang) dan Pokmas (Kelompok Masyarakat), pelaksanaan MPA (Mata Pencaharian Alternatif), pengelolaan DPL (Daerah Perlindungan Laut), serta pemantuan kondisi lingkungan perairan dengan sistem MCS (Monitoring, Controlling and Surveilance) berbasis masyarakat. Beberapa hal yang menjadi bahasan pada pertemuan dalam rangka asistensi dan pembinaan adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan program Coremap II sebagai suatu program pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan pembangunan dan peningkatan sosial ekonomi berbasis masyarakat harus dilakukan melalui penguatan dari diri sendiri seperti niat yang tulus dan berorientasi pada pencapaian hasil. Untuk itu dalam pelaksanaannya harus dipahami terlebih dahulu tujuan-tujuan pelaksanaan program ini agar masyarakat berfikir positif dan sukarela. Agar pelaksanaan program dapat berjalan lancar, maka perlu dilakukan asistensi dan pembinaan dengan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada dan memberikan solusi yang tepat.

2. Ditambahkan juga, bahwa pembinaan mengenai CBM sangat diperlukan agar pemberdayaan masyarakat dapat berjalan dengan lancar. Upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam menerima program Coremap II adalah dengan perasaan memiliki, tidak menyia-nyiakan kesempatan, memanfaatkan program sebaik-baiknya, serta melakukan peningkatan pelaksanaan kegiatan yang sudah dilaksanakan.

3. Agar pelaksanaan kegiatan program berjalan dengan baik, khususnya dalam pelaksanaan kegiatan MPA, maka perlu sering dilakukan rembug bersama, dimana apabila ada perbedaan pendapat agar secepatnya dimusyawarahkan dengan baik dan diusahakan agar mendapatkan solusi yang terbaik.

4. Pada kesempatan ini, seorang fasilitator menambahkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan program, masyrakat tidak disediakan dana upah dalam pelaksanaannya. Hal ini berkaitan dengan kebijakan donor yang menjadikan tenaga pelaksana sebagai inkind atau pendukung pelaksanaan kegiatan program sebagai bentuk dukungan masyarakat untuk melaksanakan program. Hal ini menunjukkan adanya kemandirian dari masyarakat.

5. Disampaikan juga bahwa permasalahan usaha yang dilakukan terjadi seperti hilangnya bibit teripang, kurangnya bahan baku dalam usaha pengolahan ikan, sehingga semangat beberapa orang menjadi luntur dalam melakukan kegiatan usaha. Namun demikian, sebagaian masyarakat lainnya tetap berusaha.

6. Field Micro Enterprise Specialist, Arman Hasibuan, menyampaikan bahwa dalam usaha pengolahan ikan yang dilakukan oleh ibu-ibu yang mengalami permasalahan bahan baku agar diupayakan bekerjasama dengan pengusaha bagan, dimana ikan dari bagan menitipkan ikan hasil tangkapannya dan diolah. Berkaitan dengan masalah upah, merupakan sebuah kompensasi oleh masyarakat dalam melaksanakan program. Berkaitan dengan usaha rumput laut, terjadinya musibah akibat perubahan iklim dan cuaca sehingga budidaya rumput laut mengalami penyakit ice-ice atau pemutihan rumput laut. Akibat penyakit tersebut, kondisi usaha rumput laut yang tersisa hanya 2 longline dan saat ini bertambah menjadi 4 longline. Pengembangan usaha rumput laut saat ini dilakukan oleh 46 orang yang bergabung dalam kelompok masyarakat, dimana hanya 26 orang saja yang aktif. Agar pengembangan usaha rumput laut berhasil kedepan, perlu adanya penambahan bibit oleh PIU dan usaha budidaya dibedakan antara pembibitan dan pengembangan. Selain itu juga perlu dibuat kalender budidaya rumput laut.

7. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil diskusi tersebut diperoleh bahwa :

a. Bahwasanya Allah SWT tidak akan merubah suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya.

b. Merupakan suatu kebanggan tersendiri dengan adanya program Coremap ini, karena tidak semua tempat mendapatkannya

c. Tersedianya berbagai prasarana sosial yang diberikan oleh program agar dimanfaatkan sebaik-baiknya.

d. Kegiatan MPA yang dilakukan melalui community contract adalah solusi yang baik oleh pemerintah agar masyarakat dapat terlibat langsung dalam pengelolaan pendanaannya.

e. Usaha pengembangan MPA dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan, serta berdampak pada peningkatan pendapatan merupakan tujuan akhir dari sebuah proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran.

f. Perlunya dilakukan kembali kajian oleh PIU atau pemerintah kabupaten mengenai pemetaan potensi wilayah lengkap dengan penataan ruang wilayah pesisir khususnya bagi usaha budidaya, pariwisata dan pemanfaatan.

(berlanjut)