Wednesday, May 21, 2008

Apa yang dilakukan Komponen CBM dalam Coremap II di Wilayah Barat (ADB)?

Pemberdayaan Masyarakat

P­emberdayaan masyarakat (community empowerment) meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu; dukungan untuk pengorganisasian, pelatihan dan pemberdayaan masyarakat pada 8 Kab./Kota lokasi proyek di wilayah barat, yaitu; Kota Batam, Kab. Bintan, Kab. Natuna, Kab. Lingga (Prov. Kepri), Kab. Nias, Kab. Nias Selatan, Kab. Tapanuli Tengah (Prov. Sumut), dan Kab. Mentawai (Prov. Sumbar) dalam kerangka mengelola ekosistem terumbu karang dan pembangunan prasarana sosial, serta pengembangan mata pencaharian alternatif (MPA). Secara teknis, kegiatan ini difasilitasi oleh NGO Fasilitator dengan sejumlah fokus kegiatan yaitu; (a) persiapan sosial, pengorganisasian masyarakat dan perencanaan partisipatif, serta membangun kesepakatan dalam strategi aksi pengelolaan sumberdaya kelautan, (b) mengasistensi Desa/Kelurahan untuk membentuk LPSTK dan kelompok masyarakat (Pokmas) sebagai mitra dalam pelaksanaan proyek, dan (c) melatih serta memberikan dukungan teknis serta administrasi yang diselaraskan dengan program penyuluhan untuk mengembangkan CBM dan kapasitas kegiatan MPA dari Pokmas-Pokmas.

Rekruitmen NGO Fasilitator dan Motivator Desa (Community Motivators)

NGO Fasilitator yang direkrut sebagai pendamping masyarakat adalah NGO yang memiliki kualifikasi dan reputasi yang baik utamanya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Rekruitmen NGO Fasilitator dilakukan oleh PIU melalui publikasi luas dengan menggunakan iklan koran, pengumuman di kantor–kantor pemerintah. Pemilihan NGO Fasilitator ditentukan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kontrak bagi NGO Fasilitator mengikuti sistem tahun anggaran (fiscal year). Untuk menjamin efektifitas dan kesimbungan pendampingan masyarakat, maka pelaksanaan kontrak bagi NGO Fasilitator dapat dilakukan dengan menggunakan sistem tahun jamak (multi years), dengan ketentuan pada tahap awal (tahun pertama) PIU akan melakukan evaluasi komprehensif terhadap performance NGO Fasilitator. Apabila performance NGO Fasilitator dianggap baik, maka PIU dapat mengusulkan melalui PMO ke ADB untuk mendapat persetujuan (no objection letter). Untuk tahap berikutnya (tahun kedua dan seterusnya), apabila performance NGO Fasilitator masih dianggap baik, maka PIU dapat melakukan perpanjangan kontrak secara langsung tanpa harus menunggu persetujuan ADB.

NGO Fasilitator yang telah dikontrak oleh PIU selanjutnya mengangkat Senior Fasilitator yang berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan Fasilitator Lapangan berkedudukan di Desa/Kelurahan yang bertanggung jawab secara teknis melakukan pendampingan masyarakat (day to day). Setiap Fasilitator Lapangan lingkup tugasnya meliputi 1 atau 2 Desa, tergantung letak dan luasan wilayah Desa/Kelurahan. Ada juga Desa/Kelurahan yang memiliki beberapa pulau.


NGO Fasilitator juga mengangkat Motivator Desa pada masing-masing Desa/Kelurahan lokasi proyek sebanyak 2 orang (1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan) yang bertugas sebagai; (i) komunikator / penghubung antara proyek dengan masyarakat dan stakeholder lainnya di Desa/Kelurahan, (ii) mendampingi secara intensif Pokmas-Pokmas, serta (iii) membantu Fasilitator Lapangan dan Penyuluh melaksanakan kegiatan-kegiatan teknis CBM. Proses pemilihan dan pengangkatan Motivator Desa dilaksanakan secara demokratis dan terbuka, dengan memberikan kesempatan bagi siapa saja yang memenuhi syarat untuk mencalonkan diri dan dicalonkan oleh masyarakat atau kelompok masyarakat sebagai Motivator. Selanjutnya, Motivator Desa dipilih oleh masyarakat melalui musyawarah. Sebelum Motivator Desa bertugas, mereka akan dilatih dan dibekali pengetahuan dasar tentang terumbu karang, COREMAP II, teknik-teknik pengorganisasian masyarakat, dan manajemen kelompok.

Peran NGO Fasilitator dan Penyuluh

NGO Fasilitator melalui Senior Fasilitator, Fasilitator Lapangan dan bersama-sama Penyuluh berperan sebagai berikut;

a. Memfasilitasi dan Mengasistensi Pembentukan LPSTK dan Kelompok Masyarakat (Pokmas).

LPSTK dan Pokmas akan dijadikan sebagai motor penggerak pemberdayaan masyarakat. Agar peran dan fungsi LPSTK dan Pokmas berjalan efektif, maka Senior Fasilitator dan Fasilitator Lapangan akan melatih dan membimbing LPSTK dan Pokmas secara manajerial dan teknis, sehingga pengetahuan dan kapasitasnya bertambah kuat. Sebelum membentuk kelembagaan bagi masyarakat, Fasilitator Lapangan memetakan dan mengidentifikasi keberadaan lembaga-lembaga masyarakat yang masih berfungsi dan dipercaya masyarakat. Jika masih terdapat lembaga-lembaga masyarakat, maka selanjutnya Fasilitator Lapangan mengkaji tingkat kebutuhan masyarakat terhadap kelembagaan tersebut dan juga efektifitas peran dan fungsinya terkait dengan misi COREMAP. Untuk memperkuat peran LPSTK, maka eksistensi LPSTK dilegitimasi secara formal oleh pemerintahan setempat (Kepala Desa atau Lurah).

b. Memfasilitasi dan Mengasistensi Pembuatan RPTK, DPL dan Peraturan Desa (Perdes).

Senior Fasilitator dan Fasilitator Lapangan memfasilitasi LPSTK dan Pokmas melakukan kajian sumberdaya wilayah tingkat Desa/Kelurahan secara partisipatif (PRA) selanjutnya membuat profil masyarakat dan sumberdaya wilayah Desa/kelurahan. Data-data yang dikumpulkan selanjutnya dijadikan bahan untuk penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) Desa/Kelurahan. Dalam RPTK, masyarakat juga akan menginisiasi pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL) dan mengusulkan lokasi yang dipilih sebagai DPL. Untuk efektifitas pengelolaan DPL oleh masyarakat, Senior Fasilitator, Fasilitator Lapangan dan Motivator Desa berkoordinasi dengan Kepala Desa/Lurah dan Badan Permusyawaratan Desa/Lembaga Pemberdayaan Masyarakat untuk menyusun Peraturan Desa/Keputusan Lurah tentang DPL. Agar keberadaan DPL dapat diketahui oleh masyarakat termasuk pengguna dari luar, maka LPSTK mensosialisasi informasi tentang DPL melalui media (seperti leaflet, selebaran, dan billboard), pemasangan tanda batas (boundary markers), dan kegiatan-kegiatan sosial keagamaan (majelis taklim, arisan, kerja bakti, dan acara adat). Informasi dan bahan-bahan sosialisasi juga disimpan di pondok informasi, agar masyarakat dapat dengan mudah memperolehnya.

c. Memfasilitasi dan Mengasistensi Pelaksanaan MCS Berbasis Masyarakat

Salah satu Pokmas yang dibentuk adalah Pokmaswas yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap segala aktivitas pengguna, baik dari dalam (masyarakat setempat) maupun dari luar utamanya yang dapat memberikan tekanan terhadap ekosistem terumbu karang. Pokmaswas menjalankan tugas pengawasan berdasarkan sistem MCS yang dipromosikan oleh proyek. Sistem MCS bertitik tumpu pada upaya edukasi, preventif, dan mendukung tindak penegakan hukum oleh aparat (polisi, angkatan laut, dan PPNS) terhadap praktek-praktek destructive fishing (penangkapan ikan tidak ramah lingkungan/PITRaL). MCS berbasis masyarakat didisain oleh proyek atas dasar masukan-masukan dari masyarakat (hasil PRA). Untuk mendukung efektifitas pengawasan oleh Pokmaswas, maka proyek melatih anggota Pokmaswas tentang COREMAP II, pengenalan alat-alat pengawasan (seperti, membaca peta dan penggunaan GPS), tata cara pencacatan (dokumentasi hasil observasi) dan pembuatan laporan hasil pengawasan. Dalam pelaksanaan pengawasan, Pokmaswas dilengkapi dengan fasilitasi pendukung, seperti perahu tradisional (pompong), teropong, kamera digital, alat komunikasi (handy talky), dan logbook. Fasilitator Lapangan, Penyuluh dan Motivator Desa membantu Pokmaswas untuk menyusun jadual pengawasan secara harian, pembagian tugas setiap anggota, penentuan lokasi-lokasi sasaran, serta merapikan pencatatan dan pelaporan. Apabila terdapat isu atau masalah yang dianggap penting dan harus mendapat respon cepat, maka Fasilitator Lapangan, Penyuluh dan Motivator Desa akan mengkoordinasikannya dengan penanggung jawab MCS PIU dan aparat hukum (termasuk jika perlu tindakan enforcement).

d. Memfasilitasi dan Mengasistensi Pemantauan Kesehatan Karang dan Pendataan Kapasitas Perikanan dan Perdagangannya (CREEL)

Upaya konservasi yang digalakkan oleh proyek antara lain melalui pembuatan daerah perlindungan laut (DPL) dan promosi mata pencaharian alternatif (MPA) ramah lingkungan perlu diketahui dampaknya secara ekologi dan ekonomi oleh masyarakat. Beberapa kegiatan dilakukan dengan tujuan membantu masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan pembelajaran secara langsung, seperti pemantauan kesehatan karang dan pendataan kapasitas perikanan dan perdagangannya (CREEL). Pemantauan kesehatan karang dilakukan dalam areal DPL dan sekitarnya, melalui metode line intercept transect (LIT). Sebenarnya kegiatan pematauan kesehatan karang dilakukan oleh CRICT daerah, tetapi saat pelaksanaan lapangan anggota Pokmas perlu diikutsertakan, bahkan perlu dibuat guideline yang sederhana mengenai tata cara pemantauan dan pencatatan kesehatan karang yang diperuntukkan khusus untuk Pokmas. Hasil pencatatan kesehatan karang oleh Pokmas akan ditempatkan pada pondok informasi, sehingga masyarakat umum dapat mengetahui kondisi terumbu karang di DPL terutama perubahannya yang bertambah baik.

e. Memfasilitasi Pembangunan Prasarana Sosial (Prasos)

Partisipasi masyarakat tidak hanya difokuskan pada kegiatan-kegiatan konservasi ekosistem terumbu karang, tetapi juga melalui pembangunan prasarana sosial dan fasilitas pendukung RPTK. Pembangunan prasos diawali dengan assessment kebutuhan yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Selanjutnya hasil assessment berupa pemetaan dan identifikasi prasos dijadikan sebagai dasar untuk merencanakan jenis-jenis kegiatan. Daftar jenis-jenis kegiatan akan didiskusikan dengan masyarakat dan Pemerintah Desa/Kelurahan untuk menentukan jenis kegiatan yang prioritas untuk dimasukkan dalam RPTK dan diusulkan ke PIU. Sebelum pembangunan prasos dilaksanakan, Senior Fasilitator dan Fasilitator Lapangan mempersiapkan LPSTK dan Pokmas agar dapat berkontribusi dalam proses pembangunan prasos. Umumnya pembangunan prasos dilakukan oleh pihak ketiga (konsultan perusahaaan), karena keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat utamanya dalam pengadaan material atau bahan baku. Keterlibatan LPSTK dan Pokmas adalah pada aspek penyediaan tenaga kerja dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan prasos. Setelah pembangunan prasos telah selesai, pihak ketiga memastikan bangunan telah rampung dan diserahkan kepada LPSTK dalam bentuk berita acara. Prasos yang telah dibangun di lokasi-lokasi proyek antara lain, jalan setapak, jetty, pelantar, pondok informasi, MCK, dan air bersih. Untuk menjamin keberlanjutan manfaat dari prasos, maka LPSTK bersama-sama Kepala Desa/Lurah membangun kesepakatan mengenai aturan main pengelolaan dan pemeliharaan prasos. Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan untuk pengelolaan prasos, seperti biaya administrasi pengelola dan biaya pemeliharaan tersedia.

f. Memfasilitasi dan Mengasistensi Pelaksanaan Mata Pencaharian Alternatif (MPA)

Target pokok pelaksanaan COREMAP II adalah meningkatnya pendapatan masyarakat pesisir (sebanyak 10.000 kepala keluarga) secara nyata minimal 2 % pertahun. Salah satu input yang diberikan oleh proyek melalui dukungan pelaksanaan MPA. Penentuan jenis MPA tidak hanya dilihat dari keinginan masyarakat saja, tetapi harus mempertimbangkan faktor-faktor lainnya. Bahkan untuk memastikan bahwa jenis-jenis usaha yang akan diusulkan sebagai MPA, maka sebelumnya dilakukan kajian secara komprehensif tentang jenis-jenis usaha yang telah ada dan peluang pengembangan usaha lainnya. Fakto-faktor usaha ekonomi yang dikaji kelayakannya adalah; (a) kesesuaian lokasi (kebutuhan benih, lingkungan perairan, kebiasaan masyarakat setempat), (b) penguasaan teknologi, (c) melibatkan banyak orang, (d) ketersediaan sarana dan prasarana, (e) tenaga terampil, dan (f) keterjangkauan terhadap pasar. Pemilihan jenis MPA tanpa memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas, dapat menyebabkan peluang keberhasilannya sangat kecil apalagi jika dikaitkan dengan terget proyek. Untuk menjamin efektifitas pelaksanaan MPA, maka Pokmas-Pokmas diberikan penyuluhan dan pelatihan tentang manajemen dan teknis usaha, sistem keuangan, dan pembukuan (bookeeping). Topik pelatihan yang diberikan harus disesuaikan dengan jenis-jenis MPA yang akan dilaksanakan, serta kebutuhan praktis untuk pengembangan MPA. Siklus MPA tidak berujung di Desa/Kelurahan dimana MPA dilaksanakan, akan tetapi masih ada mata rantai yang harus dilewati utamanya untuk penjualan produk atau hasil dari MPA.

Untuk mengefektifkan proses penjualan produk atau hasil dari MPA, maka proyek akan mendukung Pokmas-Pokmas agar dapat lebih kuat menjangkau pasar. Dalam konteks ini, NGO Fasilitator, Penyuluh bersama-sama dengan Field Micro Enterprise Specialist (FMES) membantu dan memfasilitasi Pokmas-Pokmas membangun kemitraan dengan pengusaha lokal, regional bahkan nasional. Agar posisi Pokmas-Pokmas semakin baik dan proses kemitraan berjalan lancar, maka PIU dan RCU memberikan dukungan dalam hal pemberian kemudahan bagi pengusaha mitra dalam melakukan pembinaan usaha bagi Pokmas-Pokmas dan proses pembelian/penjualan, serta pengembangan skala usaha (al. perizinan). Selain itu, PIU dan RCU akan memfasilitasi Pokmas-Pokmas untuk melakukan promosi usaha, dan kemitraan dengan pihak-pihak terkait lainnya (seperti perguruan tinggi, lembaga riset untuk melakukam kajian bisnis).


Saat ini, di Provinsi Sumatera Utara telah dibentuk Kelompok Kerja (Pokja) Rumput Laut yang keanggotaanya terdiri dari unsur-unsur pemerintah terkait, lembaga penelitian, perguruan tinggi, proyek-proyek yang memiliki kegiatan rumput laut, pelaku usaha, dan asosiasi pengusaha (Kadin). Tugas pokok Pokja Rumput Laut ini adalah membantu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk membuat kebijakan dan anggaran yang mendukung pengembangan usaha rumput laut di Sumatera Utara. (Tim CBM-ADB)

No comments: