R adhi kusumaputra
Saryono (58), nelayan Kaliadem, Muara Angke, Jakarta Utara, gelisah. Sudah tiga bulan ini dia tidak bisa melaut akibat buruknya cuaca di laut. Untuk bertahan hidup, Saryono mengaku harus irit, sehari makan sekali. ”Habis bagaimana lagi? Tiga bulan ini tak ada pendapatan,” ungkap Saryono, Minggu (23/3).
Kedatangan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dan Direktur Utama PT Bank BRI Tbk Sofyan Basyir ke Muara Angke dan tiga lokasi lainnya di Bekasi dan Karawang untuk membagikan ribuan paket bahan pokok disambut gembira para nelayan.
Meski terkesan hanya seperti ”memberi ikan” untuk sesaat, pembagian bahan pokok untuk nelayan yang berbulan-bulan tak melaut ini agak menghibur hati. Hidup serba kekurangan selama berbulan-bulan membuat nelayan frustrasi.
Usman (63), nelayan Marunda Pulo, Cilincing, Jakarta Utara, bercerita, untuk meringankan penderitaan keluarganya, dua dari lima anaknya terpaksa menjadi kuli di pelabuhan sejak akhir tahun lalu. Sebab, perahunya sekarang sudah hancur dan dia tak bisa lagi melaut. Setiap hari Usman hanya makan dengan menu seadanya, nasi, tahu, tempe, atau mi instan.
Ungkapan senada disampaikan Minin (45), warga Pantaimekar, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Selama empat bulan terakhir Minin tidak dapat melaut akibat gelombang pasang dan ombak besar di Laut Jawa. Padahal, dalam sehari, dari hasil tangkapan ikan sebagai nelayan, Minin bisa memperoleh pendapatan kotor Rp 80.000 atau pendapatan bersih sekitar Rp 40.000 per hari.
Akibat kondisi ini, Minin dan sejumlah nelayan Muara Gembong lainnya terpaksa beralih menjadi pemulung dengan pendapatan kotor Rp 30.000 sehari atau penghasilan bersih separuhnya. Minin mencari timah, botol air mineral, dan barang rongsokan lainnya hingga sejauh 4 kilometer.
Jatah makan sehari biasanya 2 liter untuk keluarga dengan dua anak sekarang menjadi 1 liter. Menu makan pun terpaksa diubah dan dikurangi dengan lauk ikan asin dan kangkung.
Nasib nelayan di sepanjang pantai utara memang kian terpuruk. Menteri Kelautan dan Perikanan mengakui ini merupakan langkah awal untuk mengurangi beban ekonomi keluarga nelayan.
Belum jawab masalah
”Memberikan ikan” seperti yang dilakukan BRI, diakui Freddy, belum menjawab masalah. ”Namun, paket bahan pokok ini bisa membuat mereka tidur nyenyak selama beberapa hari ke depan,” ujarnya.
Ada 32.000 keluarga nelayan di 36 titik lokasi perkampungan nelayan yang tersebar antara lain di Muara Angke (8 lokasi), Muara Baru (2 lokasi), Tanjung Priok (3 lokasi) di Jakarta Utara; Muara Gembong (3 lokasi) di Bekasi; dan Karawang (15 lokasi) yang menerima paket bahan pokok dari BRI.
Paket bahan pokok itu berupa beras, mi instan, gula, dan minyak goreng yang diserahkan secara simbolis kepada para nelayan.
”Kami mengerahkan 5.000 pekerja, termasuk 30 kepala cabang berikut sekitar 300 karyawan BRI di Jabodetabek untuk mempersiapkan paket bahan pokok tersebut,” kata Corporate Secretary PT Bank BRI Tbk Hartono Sukiman.
”Ini langkah untuk menanggapi harapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menginginkan corporate social responsibility (CSR) badan usaha milik negara (BUMN) memberikan sebagian keuntungan diarahkan untuk pangan masyarakat miskin dan yang terkena musibah atau bencana alam,” kata Sofyan.
Nelayan yang sudah berbulan- bulan tak melaut akibat gelombang besar menjadi perhatian BUMN yang tahun lalu mendapat predikat sebagai bank pelat merah dengan pendapatan terbesar.
BRI merupakan BUMN pertama yang melakukan CSR dengan cara membagikan paket bahan pokok kepada para nelayan. BRI yang mencatat laba tahun lalu Rp 4,3 triliun menyisihkan 4 persen untuk kegiatan CSR.
”Dari 4 persen itu, 2 persen ditujukan untuk kemitraan dan 2 persen lainnya untuk bina lingkungan,” kata Direktur Operasi PT Bank BRI Tbk Sarwono Sudarto.
”Memberi kail”
BRI yang saat ini memiliki 4.950 cabang di Indonesia memang tak hanya ingin ”memberi ikan”, tetapi juga ”memberi kail”. Untuk itu, kata Sofyan, BRI tahun ini mengucurkan Rp 2 triliun-Rp 3 triliun dalam kredit usaha rakyat kepada 800.000 debitor baru.
”Jumlah itu sangat signifikan dan merupakan masyarakat akar rumput, dari menengah bawah. Satu keluarga bisa memperoleh Rp 5 juta-Rp 10 juta yang dapat digunakan untuk memperbaiki perahu yang rusak misalnya,” katanya.
No comments:
Post a Comment