Tuesday, February 19, 2008

Pengembangan Masyarakat di Natuna melalui Program COREMAP II



Natuna islands, sebuah kepulauan yang terletak di perairan laut cina selatan dan berada diantara negara Malaysia bagian semenanjung dan bagian borneo (kalimantan). Keindahannya mulai mudah dinikmati dan dijangkau semenjak telah berdaulat menjadi Kabupaten Natuna yang terdiri dari kepulauan natuna dan kepulauan anambas. Kemudahan tersebut karena ditunjang dengan mulai rutinnya penerbangan dari Batam menuju Ranai, ibukota Natuna setiap hari. Maskapai yang masuk adalah Riau Air Line (RAL) yang terbang dari Batam mulai pukul 10 WIB dan kembali dari Ranai pukul 13 WIB.

Keindahan yang mempesona tersebar berbagai tempat yang mudah dikunjungi karena transportasi darat sudah bagus dan transportasi laut yang disubsidi. Kota Ranai yang menghadap arah Timur tampak mempesona di pagi hari ketika mentari muncul dari ufuk (sun rise). Apabila ingin melihat panorama indah di sore hari (sun set), matahari tenggelam di Selat Lampa berwarna merah di atas permukaan laut diantara lengkungan pulau. Sangat indah dan sayang untuk dilewatkan begitu saja.

Keinginan pemerintah daerah untuk mengembangkan potensinya yang melimpah dengan kekayaan sumberdaya mineralnya ini menunjukkan bahwa dengan potensi tersebut diarahkan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Anak sekolah dari tingkat SD sampai SMU gratis, transportasi antar pulau bagi pelajar juga gratis agar anak usia sekolah tidak menyia-nyiakan kesempatan mendapatkan pendidikan. Bagi lulusan SMU yang berniat melanjutkan ke perguruan tinggi juga dapat mengajukan beasiswa kepada pemerintah daerah agar dapat dibiayai dan dapat berprestasi. Bukanlah tidak mungkin, masyarakat di natuna ini di masa yang akan datang dapat menunjukkan potensi diri sebagai masyarakat yang sejahtera karena investasi pendidikan saat ini.

Kondisi tersebut terekan dalam perjalanan menuju lokasi-lokasi binaan Program COREMAP II yang dilaksanakan dalam rangka Mid Term Riview ADB (Asian Development Bank) pada medio bulan ini bersama Tim ADB yang terdiri dari Mr.M.Nasimu Islam, Mrs.C.Aragon, dan Mr.Homer Taylor. Mendampingi tim tersebut adalah tim dari PMO (Project Management Officer) COREMAP II Jakarta (Jamaluddin Jompa, Alina Tampubolon, Nurul Dhewani, Suraji, Deden Solihin, Sukendi Darmansyah, dan saya), PIU (Project Implementation Unit) COREMAP II di tingkat kabupaten, NGO/fasilitator, dll. Suasana meriah pun ditunjukkan saat kedatangan Tim melalui tabuhan rebana di atas dermaga. Serta penyambutan dengan tarian khas melayu Natuna.

Beberapa hal kemajuan yang telah dicapai dengan di lokasi-lokasi desa binaan COREMAP II di Kabupaten Natuna yang dikunjungi (Desa Sepempang, Pulau Tiga, dan Sedadap) adalah dengan telah dibangunnya Pondok Informasi dan Pos Pokwasmas, pengadaan kapal pengawas perikanan, berkembangnya mata pencaharian alternatif (fish cracker/kerupuk ikan, keramba jaring apung, VCO/virgin coconut oil, dll) serta peningkatan peran serta dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kelestarian sumberdaya perairan laut terutama sumberdaya terumbu karang.



Saturday, February 16, 2008

Aspek-Aspek dalam rangka Pembangunan Perikanan Berkelanjutan



Menurut Dahuri (2004), terdapat tiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam kerangka pembangunan perikanan berkelanjutan, yaitu aspek ekologi, sosial, dan ekonomi, dan masing-masing aspek tersebut mempunyai persyaratan agar pembangunan suatu wilayah atau suatu sektor dapat berlangsung secara berkelanjutan. Antaraspek tersebut sebaiknya terintegrasi sehingga pembangunan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kerangka pembangunan perikanan berkelanjutan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Aspek ekologi memandang bahwa terjaganya keutuhan ekosistem alami sebagai syarat mutlak untuk menjamin keberlanjutan perkembangan kehidupan. Persyaratan yang harus dipenuhi tetapi belum dapat dipenuhi dengan baik oleh masyarakat perikanan dan mitra kerjanya untuk berlangsungnya model pembangunan berkelanjutan diantaranya adalah keharmonisan ruang, pemanfaatan sumberdaya ikan tidak boleh melebihi kemampuan pulih, eksploitasi sumberdaya kelautan harus dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan, dan pembuangan limbah yang tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan laut.
  • Pertama, keharmonisan ruang diperlukan dalam kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan. Penataan ruang suatu wilayah perlu dipetakan dengan membagi ke dalam 3 zona yaitu zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan. Pengelolaan dan fungsi masing-masing zona tersebut memiliki perbedaan meskipun merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi. Pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perairan saat ini masih dilakukan secara sektoral. Masing-masing sektor pembangunan melakukan pemanfaatan, pengelolaan dan pengaturan yang masih berjalan sendiri-sendiri. Pengembangan kegiatan perikanan tangkap dan budidaya di wilayah pesisir masih menghadapi permasalahan menurunnya daya dukung ekosistem akibat pemanfaatan yang belum teratur karena masih menggunakan pola pemanfaatan sebesar-besarnya dan ditambah dengan adanya kegiatan-kegiatan lain baik di perairan laut maupun darat yang ikut menyumbang menurunnya daya dukung lingkungan tersebut. Kegiatan pariwisata bahari, pembangunan industri di wilayah pantai, pemukiman padat yang ikut mencemari perairan, pertambangan yang belum dilengkapi sarana pembuangan dan pengurai limbah, pertambakan yang menghasilkan eutrofikasi berlebihan pada perairan, pencemaran air akibat illegal loging di hulu sungai, pelayaran, dan lain-lain. Dampak langsung dan tidak langsung dari pengelolaan yang masih sektoral tersebut adalah terhambatnya upaya pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Upaya keterpaduan menjadi prioritas utama untuk tercapainya pembangunan perikanan yang berkelanjutan tersebut. Terpadu dengan semua sektor pembangunan membutuhkan penegakkan wibawa melalui koordinasi lintas instansi dan lintas wewenang pusat dan daerah. Penegakkan wibawa tersebut dilakukan dalam rangka memadukan persepsi terhadap aspek hukum yang membatasi ruang lingkup pengelolaan berdasarkan basis ruang wilayah yang akan atau telah ditentukan. Tahap implementasi penataan juga harus dilengkapi dengan sistem pengawasan dan monitoring secara terpadu agar pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dapat segera dibenahi.
  • Kedua, tingkat pemanfaatan sumberdaya dapat pulih tidak boleh melebihi kemampuan pulih dari sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, di beberapa wilayah perairan Indonesia sudah terjadi pemanfaatan yang melebihi tangkapan maksimum yang lestari (MSY), dan pada perikanan budidaya laut juga sudah banyak lokasi yang melebihi tingkat daya dukung ekosistemnya. Akibat yang terjadi adalah semakin berkurangnya hasil tangkapan dan semakin rendahnya kualitas ikan hasil budidaya. Lingkungan perairan yang secara alamiah menuju keseimbangan ekosistem tersebut akhirnya menuju penurunan daya dukung yang dampaknya adalah semakin rendahnya pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pembatasan dan sistem closing area oleh pemerintah pada perairan-perairan yang sudah mengalami degradasi sumberdaya. Wewenang pemerintah dalam intervensi ini diperlukan agar sumberdaya yang menjadi sumber ekonomi masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan terus berkelanjutan.
  • Ketiga, eksploitasi sumberdaya tidak pulih harus dilakukan dengan cara yang tidak merusak lingkungan agar tidak mematikan kelayakan usaha sektor pembangunan lainnya. Kegiatan-kegiatan eksploitasi yang dilakukan pada sumberdaya tidak pulih tersebut harus mengindahkan kaidah pembangunan yang berkelanjutan yang menjaga lingkungan hidup lainnya. Upaya yang harus dilakukan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan merusak lingkungan adalah dengan penegakkan peraturan secara terkendali dan memberikan kompensasi ekonomi bagi masyarakat disekitarnya.
  • Keempat, pembuangan limbah yang memenuhi kapasitas asimilasi lingkungan. Sebagaimana dijelaskan pada persyaratan pertama, bahwa ekosistem dan habitat di perairan memiliki batas daya dukungnya. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang dan penataan pengawasan/pengendalian oleh pemerintah yang ketat agar industri dan penyumbang limbah lainnya dapat dikurangi tingkat pencemarannya.
  • Kelima, pembangunan kawasan harus sesuai dengan kaidah alam yang tidak merusak secara ekologis. Kawasan-kawasan pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir dan laut harus disesuaikan dengan karakteristik dan dinamika alamiah lingkungannya sehingga tetap terjaga keseimbangan ekologinya.
2. Aspek sosial, memandang pentingnya penekanan demokratisasi, pemberdayaan, peran serta, transparansi, dan keutuhan budaya sebagai kunci untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Proses pemberdayaan, peran serta dan transparansi saat ini masih menggunakan pola konvensional yang belum dilaksanakan dengan seutuhnya. Intervensi pemerintah dan keengganan mitra kerja dalam membangun sistem yang proporsional dan sistematis merupakan penghambat dalam pembangunan yang berkelanjutan. Keterbukaan dan memberikan ruang bagi pihak-pihak yang berperan serta sangat diperlukan dalam pembangunan yang berkelanjutan, sehingga setiap komponen saling mengenali dan berperan aktif.

3. Aspek ekonomi, perlunya memfokuskan perhatian pada upaya peningkatan kemakmuran semaksimal mungkin dalam batasan ketersediaan modal dan kemampuan teknologi. Sumberdaya alam merupakan modal yang akan menjadi langka dan menjadi kendala bagi upaya kemakmuran, sedangkan sumberdaya manusia dengan kemampuan teknologinya akan menjadi tumpuan harapan untuk melonggarkan batas dan mengubah kendala yang ada sehingga perkembangan kemakmuran terus berlanjut.

Tuesday, February 12, 2008

Sunday, February 10, 2008

Gambar Teripang dan Abalon



545123_trpgosok.jpg


2796012_m.jpg


4212587_m.jpg


hoysem3.jpg
4K

hoysem 4.jpg
36K

496938_freshabalon.jpg

522759_abalone.jpg
53K

abalone1.jpg
177K

abalone2.jpg
139K

abalone3.jpg
146K


Source from Yoyonk Hendrawan

Tuesday, February 5, 2008

Jawaban Kegundahan Hati

Hari ini, bukanlah hari yang menentukan dalam sebuah perjalanan hidup. Akan tetapi, merupakan suatu titik pijak dalam menentukan sikap langkah yang akan dilalui. Kepastian yang akan datang bukan sebuah kepastian yang meragukan. Seperti halnya, ketika berbicara mengenai perikanan. Adakah yang pasti? dan mampu memberikan suatu jawaban atas keinginan dalam membuat nasib sebagaian besar nelayan kita khususnya nelayan tradisional beserta keluarganya mampu menunjukkan kemampuan sebagaimana yang diharapkan oleh tujuan berbagai program-program baik pemerintah maupun NGO?

Harapan bukanlah merupakan suatu tujuan yang pasti, tapi merupakan keinginan semata yang terkadang dilupakan untuk direalisasikan. Bukanlah programnya yang salah, sebagaimana teman-teman di milist COREMAP II yang menganggap bahwa program yang tertuang dalam kitab sudah memiliki rambu-rambu yang jelas dalam mendirikan sebuah bangunan kokoh kesejahteraan masyarakat pesisir dengan dilengkapi dengan material konstruksi yang kuat, yakni komponen-komponen kelembagaan, pengembangan, pemberdayaan, awarness, dan monev.

Tapi apalah daya, kita hanya manusia biasa yang hanya memiliki dua tangan, dua kaki, dua mata, dua telinga yang tentu saja sangat terbatas. Bukan berarti dengan keterbatasan ini menjadi pembatas atas upaya dan tindakan yang mampu dilakukan dalam mengaplikasikan kreatifitas. Program pemberdayaan yang berjalan perlu dipertegas, bahwa bukanlah program memperdayai, karena pasti akan salah artinya. Dan perlu diingat pula bahwa program pemberdayaan masyarakat juga merupakan bentuk upaya pemberdayaan yang tiada artinya tanpa dukungan dan keinginan. Karena program pemberdayaan masyarakat dihampir seluruh wilayah Indonesia tidak akan mampu berhasil sesuai tujuan berdasarkan indikator yang jelas, tanpa adanya dukungan berbagai pihak dan yang penting adalah keinginan masyarakat sendiri.

Tentu saja, hari yang menentukan, ditentukan oleh pijakan langkah kita sendiri. Sudah benarkah langkah kita? Kita perlu bertanya pada diri kita sendiri atau bertanya pada orang yang mampu memberikan penilaian tindak langkah kita. Program memang identik dengan project, tapi posisi langkah kita lah yang menentukan langkah program pemberdayaan apa pun. Percaya lah bahwa dengan niat baik walaupun tidak berbuah manis, paling tidak ada buah yang kita petik.

Mudah-mudahan menjawab kegundahan hati ini.....