Friday, December 28, 2007

Summary: Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan Payau dan Air Tawar di Jambi




Indonesia merupakan negara yang memiliki ekosistem lahan perairan payau dan air tawar yang luas yang didalamnya terkandung potensi keanekaragaman hayati, baik secara ekologis maupun ekonomis. Berdasarkan fungsi dan tatanan ekosistemnya, tipologi perairan payau dan air tawar di Indonesia secara garis besar meliputi perairan delta, hutan mangrove, rawa-rawa, sungai, dataran banjir, lebak-lebung dan muara sungai, danau, embung, situ, dan bendungan.

Sejalan dengan pembangunan yang berkelanjutan terutama terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan dan habitatnya, perlu dilakukan upaya pelestarian sumberdaya ikan dan habitatnya melalui pembentukan konservasi perairan. Bentuk kawasan konservasi perairan berdasarkan Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 adalah suaka perikanan (Pasal 7 ayat 1). Suaka perikanan didefinisikan sebagai kawasan perairan tertentu dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumberdaya ikan tertentu yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Upaya konservasi atau perlindungan yang dilakukan adalah dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan dan habitatnya untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan berkesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

Pengembangan kawasan konservasi perairan yang dilakukan terhadap sumberdaya ikan dan habitatnya di wilayah perairan payau dan air tawar merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam rangka menjaga dan melestarikan potensi sumberdaya ikan dan habitatnya untuk mengurangi tingkat tekanan dan kegiatan pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumberdaya ikan dan habitatnya. Oleh karena itu, kegiatan identifikasi pengembangan kawasan konservasi perairan payau dan air tawar sebagai langkah awal dalam pengembangan kawasan konservasi ini dilakukan.

Dalam pemilihan lokasi kawasan konservasi perairan payau dan air tawar prioritas yang dikembangkan perlu dilakukan secara seksama berdasarkan pola pengembangan perikanan secara berkelanjutan. Pengembangan perikanan berkelanjutan pada wilayah perairan payau dan tawar dilakukan dalam rangka menjaga kualitas ekosistemnya, tidak melebihi daya dukung lingkungannya dan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Lokasi yang lebih diharapkan adalah lokasi yang memiliki keunikan ekosistem serta keberadaan spesies langka dan endemik. Oleh karena itu, kriteria-kriteria pemilihan lokasi pengembangan KKP berdasarkan kajian awal wilayah perairan di dua provinsi ini, meliputi :
  • Sudah dijadikan sebagai daerah perlindungan atau suaka perikanan atau daerah lubuk larangan atau daerah lebak lebung berdasarkan surat keputusan atau peraturan daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah atau pemerintah pusat.
  • Memiliki luas yang memadai, yaitu lokasi perairan yang mampu mendukung kelestarian produksi perikanan dan dapat menyisihkan wilayah tertentu sebagai zona intinya;
  • Mempunyai kualitas perairan yang baik serta terhindar dari kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan perairan baik yang berasal dari limbah industry, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan akibat penggundulan hutan di wilayah hulu.
  • Memiliki fluktuasi kecukupan air yang memadai, sehingga volume air tetap terjaga agar kehidupan sumberdaya ikan dapat terus berlangsung.
  • Memiliki keunikan perairan tertentu yang berbeda dengan wilayah perairan lainnya, seperti berdasarkan bentuk memiliki atau berbentuk lebung, danau sungai mati, lubuk, teluk tertutup, dan lain-lain; berdasarkan tipe habitat yang tumbuh dan hidup di perairan.
  • Memiliki pola pemanfaatan sumberdaya ikan (penangkapan ikan) yang teratur atau diatur, sehingga potensi ikan dalam perairan tetap terjaga. Hal ini diindikasikan dengan pola pemanfaatan yang sudah dilakukan secara adat atau memiliki intensitas penangkapan ikan yang rendah.
  • Wilayah perairan berdekatan dengan daerah pemukiman yang dapat terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan dapat terpantau.
  • Wilayah perairan yang di dalamnya memiliki spesies lengka atau endemik yang harus dijaga kelestarinnya.
  • Memiliki dukungan masyarakat setempat dan instansi terkait di daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang 32 Tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan hak dan tanggungjawab pengelolaan di wilayahnya.


Wilayah Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan Payau dan Air Tawar Potensial di Provinsi Jambi
Berdasarkan informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, sampai dengan tahun 2006 telah dikembangkan 20 lokasi kawasan konservasi perairan atau daerah perlindungan yang terdiri dari 14 suaka perikanan perairan air tawar, 6 suaka perikanan pantai dan 35 lubuk larangan.

Merujuk pada kriteria-kriteria pemilihan lokasi pengembangan kawasan konservasi perairan payau dan air tawar, maka dari 21 lokasi kawasan konservasi perairan payau dan air tawar sebagamana ditampilkan pada tabel di atas dilakukan penyeleksian berdasarkan analisa dan masukan dari berbagai narasumber dan masyarakat terkait. Wilayah potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan dalam jangka pendek sebagai kawasan konservasi perairan payau dan air tawar prioritas di Provinsi Jambi antara lain :
a. Perairan Pantai Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muara Jambi; panjang garis pantai dua kabupaten ini adalah 210,6 km dan berbatasan dengan wilayah perairan Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bangka Belitung. Wilayah perairan payau di pesisir Provinsi Jambi ini merupakan daerah potensial sumberdaya perikanan yang harus dijaga. Dimulai dengan ditetapkannya wilayah daratan yang berbatasan langsung dengan wilayah perairan pantai, merupakan wilayah hutan yang telah dijadikan sebagai Kawasan Konservasi Kehutanan berdasarkan KepMentan Nomor : 285/KPTS-II/1992. Selain itu, keinginan masyarakat setempat yang telah melakukan kegiatan perlindungan wilayah pantai melalui pembentukan Daerah Perlindungan Laut Peraturan Desa Nomor : 01/SD/Tahun 2004 di Desa Sungai Delap dan Peraturan Desa Nomor 07 Tahun 2006 oleh Desa Pangkal Batu.
Potensi ikan yang unik adalah dengan adanya jenis Sumbun (Solen grandis Dunber) yang terdapat di perairan pantai, dimana jenis ini banyak ditangkap oleh nelayan karena memiliki harga yang tinggi yaitu Rp.30.000/kg. Lokasi yang paling banyak terdapat jenis ini berada di perairan pantai Tanjuk Solok Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
b. Danau Arang-Arang dan Danau Mahligai di Kabupaten Muara Jambi;
Danau Arang-Arang tepatnya berada di terletak di Desa Arang-Arang, dimana
terdapat minimal 4 (empat) anggota masyarakat nelayan yang dipercaya Ketua Danau untuk mengawasi penangkapan ikan. Jika ada kejadian tentang pencurian ikan di suaka perikanan atau seseorang mencuri ikan milik nelayan lainnya maka orang yang dipercaya tersebut melapor kepada Ketua Danau untuk selanjutnya ditindaklanjuti. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa sistem pengawasan suaka perikanan yang diterapkan di desa Arang-Arang adalah sistem pengawasan yang dilaksanakan oleh masyarakat secara bersama. Kemudian dalam pelaksanaannya di lapangan dibantu oleh 15 orang yang dipercaya oleh Ketua Keamanan dan Ketua Danau berfungsi sebagai pengawas lapangan yang utama untuk pengamanan suaka perikanan. Danau ini telah diatur berdasarkan SK Bupati Muara Jambi Nomor 271 Tahun 2003.
Tidak jauh berbeda dengan dengan Danau Arang-Arang, Danau Mahligai ini telah diatur berdasarkan SK Bupati daerah TK.II Batanghari Nomor 362 Tahun 1996.
c. Danau Teluk Kenali di Kota Jambi, Desa Teluk Kenali Kecamatan Telanaipura seluas 15 ha, dengan kedalaman rata-rata 6 meter. Danau ini telah diatur berdasarkan SK Walikotamadya TK.II Jambi Nomor 523 Tahun 1993.
Danau ini telah diatur secara zonasi menjadi zona inti, zona penyangga dan zona penangkapan. Luas keseluruhan perairan pada saat normal + 15 hektar dan pada saat kemarau perairan menyusut hingga menjadi 10 hektar saja. Zona inti memiliki luasan + 3,5 ha yang terletak disebelah Utara danau. Lokasi zona inti berdekatan dengan inlet Sungai Kenali. Sedangkan zona penyangga berada di sekeliling pinggir dekat daratan danau, dan zona penangkapan berada di bagian outlet/saluran keluar air danau yang berada di sisi Barat Daya danau. Fungsi pengawasan yang dilakukan di daerah reservaat/suaka perikanan ini telah dilakukan dengan dibangunnya pos penjagaan pengawasan yang dijaga oleh seorang petugas yang digaji oleh Dinas Perikanan Propinsi Jambi dan Dinas Perikanan Kota Jambi.
Kegiatan perikanan yang dilakukan di sekitar danau ini adalah perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Kegiatan perikanan tangkap meliputi kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat-alat tradisional yaitu dengan menggunakan tangkul (alat tangkap jenis perangkap jaring yang digantungkan menggunakan kayu atau bambo dengan ukuran jarring rata-rata 15 meter x 15 meter), tajur (alat tangkap pancing yang ditancapkan menggunakan bambu dan dibiarkan untuk mendapatkan ikan), pukat (alat tangkap jenis gillnet yang dibiarkan di dalam perairan untuk menjerat ikan), dan tembikar (alat tangkap sejenis bubu yang terbuat dari bambu, kayu atau kawat). Kegiatan perikanan budidaya yang dilakukan adalah budidaya ikan dalam karamba apung. Jenis ikan yang umumnya dibudidaya adalah jenis ikan nila dan ikan botia.
Jenis ikan yang teridentifikasi di danau ini jenis ikan betok, botia, bujuk, baung, jelawat, sepat, parang, gabus, gurame, toman, lele, betutu, sumpit, tambakan, dan udang galah.
Permasalahan yang muncul dalam melakukan kegiatan usaha perikanan adalah semakin tertutupnya perairan danau oleh gulma yang sebagian besar jenis eceng gondok, terjadinya pendangkalan dasar perairan akibat kegiatandi hulu, serta sirkulasi perairan yang kurang baik yang mengakibatkan tidak sehatnya ikan yang dibudidayakan.

Permasalahan
Beberapa permasalahan yang terjadi dalam upaya pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem dan sumberdaya ikan di perairan payau dan air tawar di Provinsi Jambi adalah sebagai berikut :

a. Menurunnya kualitas perairan akibat adanya pencemaran limbah industri dan rumah tangga serta kegiatan penambangan emas yang menggunakan bahan air raksa (mengandung merkuri) yang berbahaya bagi kesehatan.
Terjadinya pencemaran di sepanjang Sungai Batanghari di hampir semua Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi, yang dimulai dari yang paling hulu, yakni Kabupaten Bungo, Merangin, yang mengalir berpaduan antara Sungai Batang Bungo, Batang Tebo Sungai, Sungai Batang Tembesi, Sungai Batanghari dan sampai ke Muara Sabak.
Dalam upaya melestarikan Sungai Batanghari, saat ini setelah dilakukan pemberantasan illegal loging, Sungai Batanghari telah bersih dari limbah kayu yang beberapa waktu yang lalu sering terlihat hanyut dipermukaan Sungai Batanghari, dan saat ini sudah mampir tidak terlihat lagi. Namun saat ini justru terjadi pencemaran lain sedang berlangsung, yakni pencemaran dari penambangan emas tanpa ijin (PETI).
Hutan di Jambi yang diperkirakan lebih dari 2 juta hektar sekitar 45 % ( juta hektar) sudah rusak dan cenderung hutan yang masih tersisa jika tidak dicegah akan menjadi rusak, namun dengan program pemerintah pusat melaksanakan pemberantasan ilegal logging dan di Jambi dilaksanakan secara konsekuen oleh jajaran Polda Jambi, walaupun masih ada yang berusaha melakukan praktek illegal logging.

b. Masih adanya masyarakat yang melakukan penangkapan dengan menggunakan alat dan bahan yang dilarang seperti bahan–bahan beracun dan listrik. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat terlarang berupa setrum listrik dari generator maupun aki dan pengeboman merupakan aksi pembantaian dan ancaman serius bagi sumber daya perikanan perairan umum. Tingginya intensitas penangkapan ikan dengan alat tangkap terlarang, yang membunuh mulai dari telur sampai ikan besar, di sepanjang Sungai Batanghari menyebabkan penurunan secara drastis populasi dan keragaman ikan konsumsi di rawa, danau, dan Sungai Batanghari.
Kenyataan ini menyebabkan kekurangan pasokan ikan konsumsi serta mengancam mata pencarian sekitar 9.500 kepala keluarga nelayan. Beberapa jenis ikan konsumsi yang kini semakin sulit atau jarang tertangkap nelayan adalah belido (Notopterus chitala), lais (Cryptopterus apogon), klemak, patin sungai (Pangasius pangasius), betutu (Oxyeleotris marmorata), ringo, udang galah (Macrobrachium rosenbergii), sengarat, dan baung putih (Mcroness nemurus). Sedangkan beberapa jenis ikan hias air tawar yang sudah punah di antaranya ridiangus, kaca-kaca, dan balashark.

c. Meningkatnya gangguan dari proses alam seperti pesatnya pertumbuhan gulma air. Gulma enceng gondok yang banyak terdapat di Danau Kerinci, Danau Arang-Arang, Danau Sipin dan Danau Teluk. Akibat yang terjadi adalah semakin menyempitnya ruang habitat iken untuk hidup. Gulma tersebut menutupi permukaan perairan, sehingga cahaya matahari berkurang dan jumlah oksigen yang masuk ke dalam perairan sedikit. Dengan kondisi seperti ini, maka diduga akan mengakibatkan kematian ikan di dalamnya yang menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar.
Upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat dan nelayan budidaya untuk mengurangi pesatnya gulma eceng gondok ini adalah dengan menebar benih ikan Koan (grasskaaf) di perairan tersebut, karena jenis ikan ini memakan akar
dari tumbuhan liar enceng gondok yang kalau dibiarkan dapat menutupi danau
tersebut sebagai tempat keramba. Jenis ikan koan yang ditebar tersebut apabila tertangkap untuk dilepas kembali karena manfaatnya sangat besar untuk mengatasi enceng gondok di perairan tersebut. Diharapkan juga nantinya danau-danau tersebut ini menjadi bersih dari gulma. Namun upaya tersebut hanya megatasi sebagian kecil perairan danau yang luas. Oleh karena itu diperlukan upaya dari pemerintah untuk membersihkan gulma yang banyak di perairan danau dengan menggunakan peralatan mesin keruk.

d. Masih kurangnya pemahaman dan perhatian masyarakat terhadap upaya pelestariasn lingkungan sumberdaya ikan dan ekosistemnya sehingga kegiatan eksploitasi penangkapan yang tidak bertanggung jawab dan tidak ramah lingkungan.

e. Masih tertinggalnya kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar sehingga tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya menyebabkan kerusakan sumberdaya ekosistem sangat besar.

f. Masih kurangnya sarana dan prasarana pengendalian dan pengawasan sumberdaya ikan serta rendahnya kualitas tenaga pengelola yang telah dibentuk. Rumah jaga yang diperlukan dalam upaya pengawasan sumberdaya ikan baru dibangun di 8 lokasi yaitu di Danau Teluk Kenali, Danau Mahligai, Danau Arang-Arang, Lubuk Teluk KayuPutih, Lubuk Manik, Lubuk Batu Taman Ciri, Lubuk Sahap, dna Sinoran. Untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan juga pada tahun 2007 telah dilakukan pembangunan rumah jaga di 5 lokasi daerah perlindungan atau suaka perikanan yaitu Pantai Sinoran, Desa Arang-Arang, Kerang Darah, Sungai Dualap, dan Mendahara. Ketiga lokasi terakhir tidak dapat direalisasikan karena tidak ada pengusaha yang mau membangun rumah jaga di lokasi tersebut mengingat kondisi perairan yang sulit dan tidak memungkinkan.

g. Pendangkalan; Kondisi perairan danau pada saat musim kemarau panjang mengalami pendangkalan perairan, sehingga menjadi penghambat bagi upaya pemanfaatan dan pengelolaannya. Permasalahan yang muncul adalah terjadinya kesulitan penggunaan sarana transportasi yang umumnya menggunakan perahu. Selain itu, dengan kondisi perairan yang dangkal, maka kondisi hidupan ekosistem dan spesies ikan di dalamnya menjadi terancam.

Rencana Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan Payau dan Air Tawar
Pengelolaan sumberdaya ekosistem dan sumberdaya ikan di perairan payau dan air tawar telah dimulai dari dahulu melalui seistem pengelolaan oleh masyarakat secara kelompok maupun secara adat. Pengelolaan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi perairan dan kondisi sumberdaya ikan agar dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Pengelolaan perairan payau dan air tawar ini selanjutnya dikembangkan dan diberdayakan oleh pemerintah baik pemerintah daerah maupun oleh pemerintah pusat. Pengelolaan yang sudah berlangsung adalah pengelolaan daerah perlindungan atau daerah suaka perikanan yang mulai digagas oleh Departemen Pertanian melalui Undang-Undang No.9 Tahun 1985 dan oleh Departemen Kehutanan yang telah menetapkan wilayah-wilayah perairan air tawar dan payau yang berasosiasi dengan wilayah hutan. Pengelolaan ekosistem dan sumberdaya ikan melalui penetapan beberapa lokasi yang potensial selanjutnya banyak dilakukan oleh pemerintah daerah dengan adanya pemberian kewenangan pengelolaan sumberdaya oleh daerah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tentang Pemerintahan Daerah.

Pengelolaan dan pengembangan perairan air tawar dan payau berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tentang Perikanan yang dilanjutkan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang diaplikasikasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan konservasi ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan biota perairan pada waktu sekarang dan yang akan datang. Selain itu, yang dimaksud dengan konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, dalam melaksanakan konservasi sumberdaya ikan harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pendekatan kehati-hatian; pertimbangan bukti ilmiah; pertimbangan kearifan lokal; pengelolaan berbasis masyarakat; keterpaduan pengembangan wilayah pesisir; pencegahan tangkap lebih; pengembangan alat dan cara penangkapan ikan serta pembudidayaan ikan yang ramah lingkungan; pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat; pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan; perlindungan struktur dan fungsi alami ekosistem perairan yang dinamis; perlindungan jenis dan kualitas genetik ikan; dan pengelolaan adaptif.

Oleh karena itu, dalam pengelolaan dan rencana pengembangan konservasi perairan payau dan air tawar, maka perlu dikaji terlebih dahulu wilayah-wilayah yang pernah dilakukan upaya-upaya pengelolaan di perairan payau dan air tawar. Pengelolaan di perairan payau dan air tawar di Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Jambi yang telah dilakukan dan berlangsung dari dahulu adalah lebak lebung dan lubuk larangan. Perairan payau dan air tawar lebak lebung adalah perairan payau dan air tawar air tawar yang memiliki ciri yang spesifik yang berbeda dengan perairan payau dan air tawar air tawar lainnya. Habitat perairan tawar berupa sungai dan daerah banjirannya merupakan satu kesatuan fungsi yang mempunyai banyak tipe habitat yang dapat dibedakan antara musim kemarau dan musim penghujan.

Pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi perairan payau dan air tawar di kedua lokasi ini perlu segera dilakukan dengan memperhatikan beberapa tahapan yaitu identifikasi dan sosialisasi, kelembagaan, pengelolaan pemanfaatan, dan pendanaan.

Identifikasi dan Sosialisasi
Kegiatan indentifikasi dan inventarisasi meliputi kegiatan survei dan penilaian potensi, sosialisasi, dan konsultasi publik dengan mengikutsertakan masyarakat. Agar pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan konservasi dapat berlanjar lancar, maka harus dilakukan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, tokoh adat, pemerintahan setempat, lembaga swadaya masyarakat, dan instansi terkait. Setelah mendapatkan mufakat dalam rencana pengembangan kawasan, maka dilakukan pencadangan kawasan konservasi perairan oleh Bupati/Walikota melalui surat keputusan. Surat keputusan ini selanjutnya diajukan menjadi usulan penetapan kawasan konservasi perairan Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota dan mendapatkan rekomendasi penetapan dari Gubernur. Tahap selanjutnya adalah penetapan yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang didalam surat keputusan tersebut telah dilengkapi dengan deskripsi kawasan, peta kawasan, jenis kawasan, luas kawasan, dan pengelola kawasan.

Kelembagaan
Bentuk kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan (termasuk dalam mengalokasi, mengatur pengelolaan dan pemeliharaan) yang diusulkan adalah berupa pengambilan keputusan yang tujuan utamanya mengurangi intervensi pemerintah atau yang berazaskan kepada masyarakat (communiy based management; ko-manajemen). Dimana upaya-upaya untuk menerapkan prinsip ko-manajemen merupakan salah satu bentuk kemitraan antara pemerintah dan masyarakat. Dan upaya ini sebenarnya untuk skala lokal telah dipraktekkan di beberapa tempat di Indonesia, misalnya pengelolaan sumberdaya perikanan sistem sasi di Maluku. Kemudian berdasarkan atas hukum positif yang berlaku saat ini di Indonesia, penerapan ko-manajemen dalam bidang perikanan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan memiliki dasar hukum.
Dalam hal ini Lembaga Musyawarah Desa, Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa dan Kepala Desa merupakan lembaga-lembaga yang berhubungan langsung dengan sumberdaya perikanan di wilayahnya. Sehingga kelembagaan ini diharapkan dapat mewakili kepentingan masyarakat nelayan dan masyarakat lainnya secara menyeluruh. Disamping itu hal ini sesuai dengan fungsi kelembagaan pedesaan tersebut dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang merupakan faktor sentral yang mengatur semua sarana dan prasarana di wilayah desanya.

Pengelolaan Pemanfaatan
Ditinjau dari sumberdaya perikanannya, sumberdaya perairan air tawar dan payau dengan ekosistemnya dapat dikategorikan sebagai perikanan multi spesies. Artinya pada perairan tersebut terdapat banyak spesies ikan baik yang bersifat herbivor, omnivor dan karnivor. Kemudian ditinjau dari segi produksi per hektar per luasan lahan dapat dikatakan merupakan areal perikanan yang cukup produktif dengan kategori produksi per hektar cukup tinggi. Namun demikian, perairan lebak lebung atau lubuk laranganmerupakan perairan payau dan air tawar yang diekploitasi secara terus menerus tidak akan dapat memperbaiki dirinya sendiri. Oleh karena perlu dilakukan pengelolaan dalam pemanfaatannya secara berkelanjutan. Pengelolaan tersebut antara lain lain dapat dilakukan terhadap kegiatan penangkapan ikan.
Pengelolaan pemanfatan pada aspek penangkapan ikan yang dimaksudkan adalah pengelolaan yang ditujukan kepada hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas penangkapan ikan yang antara lain adalah pengaturan lisensi (izin penangkapan ikan), penutupan musim (closed season), daerah perlindungan suatu populasi ikan (reservat; closed area), pengaturan mata jaring yang digunakan dan pelarangan penggunaan alat tangkap tertentu. Pada prinsipnya, tindakan pengelolaan yang dilakukan ini bertujuan bagaimana agar sumberdaya perikanan yang ada pada perairan payau dan air tawar dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan atau dengan kata lain ditangkap, dimanfaatkan tetapi tetap memikirkan kelestariannya.

Pendanaan
Pendanaan dimaksud diberikan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi perairan payau dan air tawar yang meliputi pelaksanaan kegiatan identifikasi, sosialisasi, penataan batas, penetapan kawasan, pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, pengawasan, dan lain-lain.


Wednesday, December 19, 2007

Beautiful Blue Lagoon, Saba Warwe - Biak - Papua

Untuk mencapai lokasi ini, Anda dapat menggunakan alat transportasi udara dengan jarak tempuh dari Jakarta - Biak selama 5 jam. Setelah Anda sampai di Bandara Kasiepo Biak, sebaiknya menggunakan jasa taksi lokal yang umumnya menggunakan mobil minibus berwarna biru yang masih baru (saat ini) dengan jarak tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan (kira-kira berjarak 40 km), mengingat kondisi jalan aspal bagus namun bergelombang.

Sekilas Tentang Danau Teluk Kenali Jambi



Danau Teluk Kenali terletak di Desa Teluk Kenali Kecamatan Telanaipura Kota Jambi telah diatur secara zonasi menjadi zona inti, zona penyangga dan zona penangkapan. Luas keseluruhan perairan pada saat normal + 15 hektar dan pada saat kemarau perairan menyusut hingga menjadi 10 hektar saja. Zona inti memiliki luasan + 3,5 ha yang terletak disebelah Utara danau. Lokasi zona inti berdekatan dengan inlet Sungai Kenali. Sedangkan zona penyangga berada di sekeliling pinggir dekat daratan danau, dan zona penangkapan berada di bagian outlet/saluran keluar air danau yang berada di sisi Barat Daya danau. Fungsi pengawasan yang dilakukan di daerah reservaat/suaka perikanan ini telah dilakukan dengan dibangunnya pos penjagaan pengawasan yang dijaga oleh seorang petugas yang digaji oleh Dinas Perikanan Propinsi Jambi dan Dinas Perikanan Kota Jambi. Pengaturan pengelolaan yang ada saat ini dilakukan berdasarkan SK Walikotamadya TK.II Jambi Nomor 523 Tahun 1993.

Kegiatan perikanan yang dilakukan di sekitar danau ini adalah perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Kegiatan perikanan tangkap meliputi kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat-alat tradisional yaitu dengan menggunakan tangkul (alat tangkap jenis perangkap jaring yang digantungkan menggunakan kayu atau bambo dengan ukuran jarring rata-rata 15 meter x 15 meter), tajur (alat tangkap pancing yang ditancapkan menggunakan bambu dan dibiarkan untuk mendapatkan ikan), pukat (alat tangkap jenis gillnet yang dibiarkan di dalam perairan untuk menjerat ikan), dan tembikar (alat tangkap sejenis bubu yang terbuat dari bambu, kayu atau kawat). Kegiatan perikanan budidaya yang dilakukan adalah budidaya ikan dalam karamba apung. Jenis ikan yang umumnya dibudidaya adalah jenis ikan nila dan ikan botia.


Jenis ikan yang teridentifikasi di danau ini jenis ikan betok, botia, bujuk, baung, jelawat, sepat, parang, gabus, gurame, toman, lele, betutu, sumpit, tambakan, dan udang galah.

Permasalahan yang muncul dalam melakukan kegiatan usaha perikanan adalah semakin tertutupnya perairan danau oleh gulma yang sebagian besar jenis eceng gondok, terjadinya pendangkalan dasar perairan akibat kegiatandi hulu, serta sirkulasi perairan yang kurang baik yang mengakibatkan tidak sehatnya ikan yang dibudidayakan.